Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan terkena PHK (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi perempuan terkena PHK (freepik.com/pressfoto)

Intinya sih...

  • Perusahaan perlu menyeimbangkan langkah efisiensi dengan menjaga motivasi dan keterlibatan karyawan.

  • Tekanan ekonomi global mendorong banyak perusahaan melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.

  • Jumlah pekerja yang terkena PHK diperkirakan mencapai sekitar 79 ribu orang hingga November–Desember 2025.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Founder Eka Jaya Group, Ferry Firmanto, menilai pengelolaan sumber daya manusia (SDM) tetap menjadi faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan bisnis, di tengah tren pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih membayangi dunia usaha Indonesia hingga akhir 2025.

Menurut Ferry, tekanan ekonomi mendorong banyak perusahaan melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja. Namun, perusahaan juga perlu menjaga keseimbangan antara langkah efisiensi dan upaya mempertahankan kualitas SDM. Dengan demikian, pengelolaan SDM yang tepat dapat membantu perusahaan bertahan dalam kondisi penuh ketidakpastian, sekaligus membuka peluang pertumbuhan ketika situasi ekonomi mulai membaik.

"Pengalaman kami menunjukkan, tim yang solid dan memiliki semangat kerja yang baik akan berdampak langsung pada kinerja perusahaan," ujar Ferry.

1. Strategi perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi

ilustrasi mencari pekerjaan melalui website lowongan kerja (pexels.com/EVG Kowalievska)

Ferry menyatakan, di tengah ketidakpastian ekonomi, perusahaan perlu menyeimbangkan langkah efisiensi dengan upaya menjaga motivasi dan keterlibatan karyawan. Menurutnya, pendekatan tersebut penting agar perusahaan tetap bertahan sekaligus memiliki ruang untuk tumbuh ketika kondisi ekonomi mulai membaik.

Namun, dia mengakui tren pemutusan hubungan kerja (PHK) masih membayangi dunia usaha Indonesia hingga akhir 2025. Tekanan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, pelemahan ekspor, serta kenaikan biaya produksi mendorong banyak perusahaan melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.

2. Januari-Desember jumlah pekerja kena PHK capai 79 ribu orang

Ilustrasi lowongan kerja (freepik.com/vector4stock)

Bila mengacu data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, sepanjang Semester I 2025 lebih dari 42 ribu pekerja terdampak PHK. Tekanan tersebut berlanjut pada paruh kedua tahun ini, sehingga secara akumulatif hingga November–Desember 2025, jumlah pekerja yang terkena PHK diperkirakan mencapai sekitar 79 ribu orang.

"Sejumlah faktor disebut menjadi pemicu meningkatnya PHK, mulai dari melambatnya permintaan global terhadap produk manufaktur, kenaikan biaya energi dan logistik, hingga percepatan otomatisasi di berbagai sektor industri. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja, tetapi juga berpengaruh pada daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga," ujar Ferry.

3. Tekanan ekonomi masih hantam dunia usaha

ilustrasi seseorang yang terkena layoff atau phk (pexels.com/Anna Shvets)

Peneliti Ekonomi Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menjelaskan tren peningkatan PHK sepanjang 2025 mencerminkan tekanan yang masih dirasakan dunia usaha di tengah kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih.

Tren PHK juga tercatat tidak terkonsentrasi pada satu sektor lapangan usaha tertentu. Sebaliknya, gelombang PHK meluas ke berbagai sektor dan industri, menandakan bahwa pemutusan kerja tidak hanya dipicu oleh persoalan spesifik sektoral.

"Kondisi tersebut mengindikasikan faktor eksternal, terutama perlambatan pemulihan ekonomi nasional sepanjang 2025, turut berperan besar dalam mendorong terjadinya PHK. Tekanan biaya usaha, permintaan yang belum sepenuhnya pulih, serta ketidakpastian ekonomi menjadi tantangan yang dihadapi pelaku usaha lintas sektor," kata Ferry.

Dengan tren PHK yang semakin meluas, konsolidasi kebijakan ketenagakerjaan dan pemulihan ekonomi dinilai menjadi kunci untuk menekan dampak sosial dan menjaga stabilitas pasar tenaga kerja ke depan.

Editorial Team