ilustrasi demokrasi di Amerika Serikat (pexels.com/Mikhail Nilov)
Kebijakan H-1B di bawah pemerintahan Trump semakin menuai sorotan di tengah pengetatan imigrasi dan menguatnya sentimen anti-imigran di AS. Kritikus seperti mantan penasihat Trump, Steve Bannon menilai program itu merugikan pekerja domestik, sedangkan pendukungnya seperti pengusaha Elon Musk menilai visa tersebut vital untuk menarik talenta global.
Peneliti senior di American Immigration Council, Aaron Reichlin-Melnick mengkritik keras kebijakan ini.
“Kongres hanya mengizinkan pemerintah untuk menetapkan biaya untuk memulihkan biaya peninjauan aplikasi. Tidak ada otoritas hukum untuk memaksakan biaya yang dirancang untuk membatasi penggunaan visa,” katanya.
Ia menambahkan bahwa beban 100 ribu dolar AS hampir pasti ilegal dan kemungkinan akan dibatalkan oleh pengadilan.
Co-president NumbersUSA, Jeremy Beck menilai, kebijakan ini harus dilihat lebih detail.
“Cabang Eksekutif dapat menyesuaikan biaya, biasanya melalui proses pembuatan aturan. Kami harus melihat detail yang tepat sebelum memberikan tanggapan pasti terhadap ide ini,” ujarnya kepada Newsweek.
Menurutnya, biaya tinggi bisa membatasi hanya pekerja dengan keahlian luar biasa yang direkrut sementara sampai pekerja domestik tersedia. Anggota DPR dari Partai Demokrat Washington, Pramila Jayapal, juga mengkritik keras melalui platform X.
“Ini adalah visa untuk pekerja terampil — dokter, ilmuwan, dan insinyur. Langkah ini akan merugikan inovasi AS dan memperburuk kekurangan tenaga medis yang sudah serius. Di dunia mana ini masuk akal??” tulisnya.
Komentar ini menyoroti risiko kebijakan baru terhadap sektor kesehatan dan inovasi. Sementara itu, Direktur Studi Imigrasi di Cato Institute, David Bier menyebut, kebijakan tersebut sebagai ancaman bagi masa depan.
“Administrasi yang paling anti-imigrasi legal dalam sejarah Amerika terus mengancam kemakmuran dan kebebasan AS. Tindakan ini akan membunuh visa H-1B dan melarang beberapa karyawan dengan nilai tertinggi di Amerika. Benar-benar tidak dapat dipahami,” tulisnya di X.
Pernyataan ini memperlihatkan betapa terbelahnya publik AS dalam menanggapi kebijakan Trump terkait program H-1B.