ilustrasi impor barang (pexels.com/Chanaka)
Meski melunak terhadap banyak negara, Trump justru memperketat tekanan terhadap China. Ia menyebut tarif 125 persen terhadap China diberlakukan karena “kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan terhadap pasar global.” Sementara itu, negara lain mendapat kelonggaran dengan tarif tetap di angka 10 persen untuk sementara waktu.
Sebelum pengumuman kebijakan baru, Trump sempat mengunggah seruan di Truth Social agar perusahaan asing segera pindah ke Amerika. “Ini waktu yang hebat untuk memindahkan perusahaan anda ke Amerika Serikat, seperti yang dilakukan Apple dan banyak lainnya dalam jumlah rekor,” tulisnya. Ia juga menjanjikan koneksi energi yang cepat dan tanpa hambatan lingkungan.
Trump menegaskan bahwa produk farmasi juga akan menjadi sasaran tarif baru dalam waktu dekat. Hal ini langsung menyeret harga saham perusahaan farmasi besar sebelum pembukaan pasar.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan bahwa pemerintah lebih memilih membuat perjanjian dagang khusus dengan tiap negara secara terpisah. “Mereka adalah negara dengan surplus. Ekspor mereka ke AS lima kali lebih besar dibandingkan ekspor kami ke China,” kata Bessent dalam wawancara dengan Fox Business.
Ia menganggap balasan tarif dari China tidak akan berdampak besar terhadap posisi Amerika. Menurutnya, langkah China tidak akan cukup untuk membalikkan keunggulan dagang AS.
Euforia pasar saham menunjukkan respons optimistis terhadap keputusan Trump tunda tarif, tetapi tekanan di pasar obligasi dan potensi krisis dagang jangka panjang menunjukkan bahwa badai belum benar-benar reda.