Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Naikkan Tarif Impor China Jadi 125 Persen, Apple Kocar-kacir?

Apple Store BKC, Mumbai, Maharashtra, India (apple.com)
Intinya sih...
  • Kebijakan dagang AS naikkan tarif impor China hingga 125 persen secara mendadak.
  • Apple berpotensi menaikkan harga iPhone hingga dua kali lipat akibat tarif impor baru.
  • Perusahaan teknologi lainnya juga akan mengalami kenaikan harga signifikan, termasuk laptop, tablet, dan konsol game.

Kebijakan dagang Presiden AS Donald Trump kembali bikin geger. Dalam eskalasi terbaru perang dagang antara Amerika Serikat dan China, Trump naikkan tarif impor China jadi 125 persen. Faktanya, tarif ini melonjak dari 104 persen menjadi 125 persen secara langsung dan efektif saat itu juga. Sebelumnya, tarif China awalnya hanya 20 persen, lalu naik drastis menjadi 54 persen, kemudian 104 persen, dan kini 125 persen. Semuanya terjadi dalam waktu kurang dari satu minggu.

Sementara itu, Trump justru menunda pengenaan tarif terhadap negara-negara lain selama 90 hari. Presiden AS mengumumkan keputusan ini melalui media sosial Truth Social pada Kamis, 10 April 2025 pukul 12.24 AM waktu Indonesia. Keputusan ini muncul sekitar 13 jam setelah bea masuk tinggi terhadap 56 negara dan Uni Eropa mulai berlaku.

Kenaikan tarif ini langsung memicu kekhawatiran akan lonjakan harga gadget, terutama produk Apple seperti iPhone, yang mayoritas masih diproduksi di Negeri Tirai Bambu. Kebijakan ini bukan hanya mengejutkan pasar, tapi juga menyeret raksasa teknologi seperti Apple ke dalam pusaran ketidakpastian global yang baru. Lantas, apakah tarif impor baru yang menyulut kobaran api ini membuat Apple jadi kocar-kacir?

1. Tarif impor baru, harga iPhone bisa melejit dua kali lipat?

Perbandingan model iPhone 15 Pro, iPhone 15 Pro Max, dan iPhone 16 Pro Max (apple.com)

Kenaikan tarif impor dari China yang diumumkan oleh Donald Trump hingga 125 persen membawa dampak langsung pada harga produk-produk teknologi, terutama iPhone. Sebagai perusahaan yang masih mengandalkan China sebagai tulang punggung produksinya, Apple berada di garis depan dalam menghadapi lonjakan biaya yang begitu signifikan. Jika perusahaan memutuskan untuk membebankan tarif tersebut sepenuhnya ke konsumen, harga sebuah iPhone bisa melonjak hingga dua kali lipat dari harga saat ini.

Lonjakan ini bisa menjadi pukulan telak bagi konsumen, terlebih di tengah tren menurunnya daya beli dan tekanan ekonomi pasca-pandemi. Melansir CNET, berikut adalah dampaknya terhadap harga iPhone jika tarif impor diberlakukan secara penuh hingga 125 persen. Asumsi perhitungan menggunakan konversi mata uang dolar ke rupiah dimana 1 Dolar AS setara Rp16.830 melansir Kurs BCA pada 10 April 2025 jam 08.14 WIB. 

Harga iPhone yang berlaku saat ini:

  • iPhone 15 (128 GB) = $699 → Rp11.767.170
  • iPhone 15 Plus (128 GB) = $799 → Rp13.440.170
  • iPhone 16e (128 GB) = $599 → Rp10.080.170
  • iPhone 16 (128 GB) = $799 → Rp13.440.170
  • iPhone 16 Plus (128 GB) = $899 → Rp15.113.170
  • iPhone 16 Pro (128 GB) = $999 → Rp16.786.170
  • iPhone 16 Pro Max (256 GB) = $1.199 → Rp20.122.170

Harga iPhone jika diberlakukan penuh tarif 125 persen

  • iPhone 15 (128 GB) = $874 → Rp14.705.420
  • iPhone 15 Plus (128 GB) = $999 → Rp16.786.170
  • iPhone 16e (128 GB) = $749 → Rp12.602.670
  • iPhone 16 (128 GB) = $999 → Rp16.786.170
  • iPhone 16 Plus (128 GB) = $1.124 → Rp18.919.920
  • iPhone 16 Pro (128 GB) = $1.249 → Rp20.997.670
  • iPhone 16 Pro Max (256 GB) = $1.499 → Rp25.213.170

Harga iPhone baru setelah dikenai tarif 125 persen secara penuh

  • iPhone 15 (128 GB) = $1.573 → Rp26.464.590
  • iPhone 15 Plus (128 GB) = $1.798 → Rp30.257.340
  • iPhone 16e (128 GB) = $1.348 → Rp22.662.840
  • iPhone 16 (128 GB) = $1.798 → Rp30.257.340
  • iPhone 16 Plus (128 GB) = $2.023 → Rp34.050.090
  • iPhone 16 Pro (128 GB) = $2.248 → Rp37.842.840
  • iPhone 16 Pro Max (256 GB) = $2.698 → Rp45.388.340

Walaupun Apple telah berupaya mendiversifikasi lokasi produksi ke negara seperti India dan Vietnam, porsi manufaktur dari China masih terlalu besar untuk diabaikan. Proses peralihan tersebut memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit, sementara tekanan dari kebijakan tarif sudah datang secara mendadak. Kondisi ini membuat Apple berada dalam posisi dilematis antara ia harus menaikkan harga produk dan berisiko kehilangan pangsa pasar atau menanggung kerugian untuk mempertahankan loyalitas konsumen. Di sisi lain, perusahaan juga tengah menghadapi tekanan dari investor untuk mempertahankan margin keuntungan yang stabil. Maka tak heran jika banyak pihak menyebut langkah tarif ini sebagai “bom waktu” bagi industri teknologi.

2. Bukan cuma iPhone, gadget lain juga kena imbas dan diprediksi mengalami kenaikan harga

Nintendo Switch (unsplash.com/Erik Mclean)

Dampak dari kebijakan tarif ini tidak berhenti pada iPhone. Gadget dan perangkat elektronik lain seperti laptop, tablet, smartwatch, hingga konsol game juga berpotensi mengalami kenaikan harga yang signifikan. Produk seperti Nintendo Switch, PlayStation 5 Pro, hingga perangkat dari produsen lain yang menggunakan basis produksi di China kini berada dalam bayang-bayang inflasi biaya. Bahkan peralatan rumah tangga yang semakin banyak mengandalkan teknologi. Mulai dari smart TV, vacuum cleaner otomatis, hingga kulkas pintar (smart fridge) juga bisa terkena imbas yang sama. Retail besar seperti Best Buy dan Target telah mengantisipasi lonjakan ini melalui peringatan kepada konsumen untuk bersiap menghadapi gelombang kenaikan harga.

Apple sempat merespons tekanan tarif melalui pemangkasan harga MacBook Air terbaru sebesar $100 bulan lalu, hanya sehari setelah putaran terakhir tarif diberlakukan. Langkah ini secara luas dianggap sebagai upaya membujuk Presiden Trump agar memberikan pengecualian tarif bagi Apple. Sebelumnya, pada Februari, Apple juga mengumumkan rencana investasi lebih dari $500 miliar (sekitar Rp8,4 kuadriliun) dalam empat tahun ke depan guna memperluas operasional manufaktur di Amerika Serikat. 

“Mereka sudah berkomitmen $500 miliar untuk manufaktur di AS, namun tetap tidak mendapat pengecualian tarif. Sebagian besar dari beban biaya ini kemungkinan besar akan dibebankan kepada konsumen.” kata analis ekonomi Brennan melansir CNET 9 April 2025. 

Apa pun besaran tarif yang dikenakan, dampaknya pada harga barang dari China hampir pasti akan dirasakan oleh konsumen. Artinya, teknologi yang kamu gunakan sehari-hari seperti smartphone, tablet, laptop, TV, hingga peralatan dapur berpotensi menjadi lebih mahal tahun ini. Konsumen yang biasanya memanfaatkan momen akhir tahun untuk membeli gadget terbaru mungkin harus menyesuaikan ulang rencana mereka.

Para analis memperkirakan bahwa kenaikan harga tidak akan bersifat sementara, sebab pengaruh tarif ini bisa berlangsung lama jika tidak ada perundingan ulang antar negara. Selain itu, distributor dan retailer juga akan menambahkan margin risiko pada harga jual, sehingga meskipun beban tarif tidak sepenuhnya dari produsen, konsumen tetap akan merasakan efeknya. Dalam situasi ini, lanskap persaingan di pasar teknologi akan berubah. Perusahaan yang memiiki produksi lebih fleksibel dan rantai pasok di luar China mungkin akan lebih diuntungkan.

3. Kenaikan tarif ini dipicu sebagai bagian dari strategi "perdagangan adil" dan "Liberation Day"

Presiden Donald Trump menyebut langkah kenaikan tarif ini sebagai bagian dari strategi besar bernama "perdagangan adil" dan “Liberation Day”. Dalam pandangan Trump, Amerika telah terlalu lama dirugikan oleh ketimpangan dagang global terhadap China. Melalui tarif yang tinggi, ia berharap bisa menekan dominasi produk impor dan mendorong perusahaan untuk membawa produksi kembali ke dalam negeri. Ia juga menyatakan bahwa langkah ini adalah bentuk pembebasan ekonomi Amerika dari ketergantungan terhadap negara-negara yang dianggap "tidak bermain adil", dan menjadikan China sebagai simbol utamanya. Narasi “Liberation Day” ini lebih dari sekadar kebijakan ekonomi. Ia menjadi semacam deklarasi politik untuk mengukuhkan posisi Amerika sebagai pusat industri dunia.

Pada 2 April 2025, Trump mengumumkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua produk impor, disertai "tarif resiprokal" (reciprocal tariff) terhadap lebih dari 180 negara, yang ia sebut sebagai bagian dari "Liberation Day." Sejak lama, Trump meyakini bahwa tarif adalah cara efektif untuk menyetarakan defisit perdagangan sekaligus meningkatkan pemasukan negara guna menutupi pemotongan pajak. Namun, banyak ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini justru bisa menaikkan harga barang dan berdampak buruk pada ekonomi domestik. Tak lama setelah pengumuman ini, pasar saham merespons negatif, menyebabkan indeks harga saham merosot tajam.

Trump mengambil sikap yang sangat keras terhadap China, yang sebelumnya sudah dikenai tarif sejak masa jabatan pertamanya. Pada Februari, ia memulai tarif 20 persen, disusul tarif 34 persen pada minggu berikutnya. Awal pekan ini, ia menambahkan lagi tarif sebesar 54 persen, sebelum akhirnya menetapkan tarif tertinggi sebesar 125 persen terhadap produk dari China. Menanggapi hal ini, China pun membalas tarif serupa setelah setiap pengumuman dari pihak AS.

Namun di balik narasi idealisme tersebut, kebijakan ini membawa konsekuensi berat yang nyata di lapangan. Perang dagang bukanlah sekadar adu tarif, melainkan adu daya tahan antar ekonomi. China sendiri telah merespons beberapa kali melalui balasan tarif, sehingga ketegangan ini tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. Di sisi lain, banyak pelaku industri dalam negeri yang mulai merasakan tekanan akibat bahan baku yang semakin mahal dan rantai pasok yang terganggu. Strategi Trump ini pun memicu perdebatan sengit, antara mereka yang mendukung pendekatan nasionalis dan mereka yang khawatir akan efek domino terhadap daya beli masyarakat dan kestabilan pasar.

4. Para ahli keuangan memperingatkan agar tidak melakukan pembelian impulsif di tengah lonjakan harga setelah tarif

ilustrasi pembayaran dengan kartu kredit (pexels.com/energepic.com)

Jika kamu berencana membeli iPhone baru, konsol game, MacBook, atau perangkat teknologi lainnya, membelinya sekarang bisa jadi langkah cerdas untuk menghindari potensi kenaikan harga akibat tarif impor. Namun, jika kamu tidak memiliki dana tunai dan harus menggunakan kartu kredit atau skema cicilan "beli sekarang, bayar nanti" hanya demi menghindari tarif, para ahli menyarankan untuk memastikan bahwa kamu benar-benar mampu menutup biaya tersebut sebelum bunga mulai berjalan. Rata-rata bunga kartu kredit kini melebihi 20 persen sehingga pembiayaan bisa cepat menghapus seluruh potensi penghematan dari membeli lebih awal.

"Jika kamu membiayai pembelian ini melalui kartu kredit dan tidak bisa melunasinya dalam satu atau dua bulan, besar kemungkinan kamu justru akan membayar lebih mahal daripada kenaikan harga akibat tarif. Saya sarankan untuk menunda pembelian besar sampai kondisi ekonomi lebih stabil," ujar Alaina Fingal, akuntan, pendiri The Organized Money, dan anggota CNET Money Expert Review Board, melansir CNET 9 April 2025.

Salah satu cara tetap hemat membeli produk Apple meski harga naik adalah memilih seri sebelumnya dibanding versi terbaru. Biasanya, perbedaan fitur tidak terlalu signifikan untuk penggunaan sehari-hari Selain itu, seri sebelumnya sering mendapat diskon menarik saat versi terbaru dirilis sehingga membuatnya jadi pilihan lebih bijak secara finansial.

"Jika kamu tidak berencana melakukan upgrade dalam waktu dekat, tidak ada alasan untuk buru-buru membeli smartphone baru. Teknologi bersifat deflasioner secara alami. Seiring waktu, performa meningkat sementara harga produk berkualitas serupa cenderung turun," kata Shawn DuBravac, kepala ekonom di IPC, asosiasi perdagangan manufaktur, melansir CNET 9 April 2025. 

Trump naikkan tarif impor China jadi 125 persen adalah sebuah manuver besar yang bisa menggunacang banyak sektor, tak terkecuali ranah teknologi. Apple dan merek global lainnya kini berada di persimpangan antara menanggung lonjakan biaya atau memindahkan produksi besar-besaran. Bagi konsumen, ini adalah momen untuk berpikir dua kali sebelum tergoda upgrade gadget. Saat ini, pilihan realistis terbagi menjadi dua yaitu membeli sekarang sebelum harga naik atau menunggu gejolak tarif ini mereda. Apa pun pilihannya, baik konsumen maupun perusahaan harus cermat membaca situasi dan mengambil keputusan finansial dengan bijak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us