Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra mengatakan pada hari pertama kerja pasca liburan Lebaran, pasar keuangan Indonesia dihadapkan pada potensi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, termasuk rupiah, yang tercermin dari kisaran nilai indeks dolar AS yang telah bergerak di atas angka 106, naik dari kisaran 105 selama libur Lebaran dan 104 sebelumnya.
Salah satu faktor yang turut mempengaruhi penguatan dolar AS adalah sentimen penundaan pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) serta meningkatnya ketegangan geopolitik.
Rilis data inflasi konsumen AS pada Maret yang melebihi ekspektasi pasar telah menurunkan harapan pasar akan pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat oleh the Fed.
“Sentimen penundaan pemangkasan suku bunga acuan AS dan tensi konflik geopolitik yang meninggi telah mendorong penguatan dolar AS belakangan ini,” katanya.
Senada, pengamat pasar keuangan, Lukman Leong memperkirakan tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS akan berlanjut dalam waktu dekat. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor utama yang memengaruhi pasar.
Pertama, data ekonomi AS yang dirilis menunjukkan kinerja yang lebih kuat dari yang diperkirakan. Data Non-Farm Payrolls (NFP) dan inflasi AS menunjukkan peningkatan yang signifikan, mencerminkan pemulihan ekonomi yang kuat.
Selain itu, data penjualan ritel AS yang lebih kuat dari yang diharapkan semakin memperkuat pandangan the Fed mungkin akan menunda pemotongan suku bunga, yang pada gilirannya memicu kenaikan imbal hasil obligasi AS dan menguatnya dolar AS.