Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Petugas PLN saat melakukan penambahan daya pada kWh meter milik pelanggan di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.
Ilustrasi Petugas PLN saat melakukan penambahan daya pada kWh meter milik pelanggan di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. (Dok. PLN Sulselrabar)

Intinya sih...

  • Pendapatan PLN di semester I capai Rp281 triliun

  • Total aset PLN capai Rp1.796 triliun

  • Asal usul beban PLN, tingginya biaya bahan bakar dan pelumas serta pembelian tenaga listrik

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ekonom Konstitusi Defiyan Cory menilai kritik terhadap utang PT PLN (Persero) yang menyebutnya sebagai beban harian tidak sepenuhnya tepat dan berisiko menimbulkan disinformasi publik.

"Utang korporasi tidak bisa disamakan dengan utang pribadi atau rumah tangga, karena memiliki struktur dan fungsi yang berbeda," ujar Defiyan, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (27/9/2025).

1. Pendapatan PLN di semester I capai Rp281 triliun

ilustrasi mencatat utang (freepik.com/rawpixel.com)

Menurut Defiyan, utang perusahaan setidaknya terbagi menjadi dua, yakni utang jangka pendek untuk modal kerja dan utang jangka panjang untuk investasi. Menilai utang PLN tanpa pendekatan manajemen keuangan yang tepat disebutnya tidaklah benar.

Berdasarkan laporan keuangan semester I-2025 yang dipublikasikan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), PLN mencatatkan pendapatan Rp281 triliun, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp262 triliun. Penjualan tenaga listrik menjadi penyumbang utama dengan nilai Rp179,58 triliun, naik 4,53 persen dibandingkan semester I-2024.

2. Total aset PLN cpai Rp1.796 triliun

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, sepanjang 2024, PLN juga mencatat pendapatan Rp545,4 triliun, tumbuh 11,9 persen secara tahunan dari Rp487,38 triliun pada 2023. Sementara, laba usaha semester I 2025 mencapai Rp30 triliun, naik 7,1 persen dari Rp28 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.

Tak hanya itu, Defiyan menjelaskan, total aset PLN per Juni 2025 tercatat Rp1.796,64 triliun, meningkat dari Rp1.772,37 triliun pada akhir 2024. Di sisi lain, total utang PLN mencapai Rp734,26 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp195,12 triliun dan utang jangka panjang Rp539,14 triliun.

"Rasio utang terhadap aset PLN tercatat masih di bawah 50 persen, sementara rasio utang terhadap ekuitas sebesar 69,1 persen, yang masih berada dalam batas wajar untuk perusahaan berskala besar," jelasnya.

3. Asal usul beban PLN

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (Arief Rahmat)

Meski demikian, Defiyan menyoroti tingginya beban usaha PLN, khususnya biaya bahan bakar dan pelumas Rp94 triliun, serta pembelian tenaga listrik Rp91 triliun. Ia menilai perlu ada intervensi kebijakan dari pemerintah, terutama terkait kontrak Take or Pay (TOP) yang dinilai membebani keuangan PLN.

Selain itu, Defiyan juga mengusulkan agar seluruh transaksi energi primer di dalam negeri diwajibkan menggunakan mata uang rupiah, guna menghindari kerugian akibat fluktuasi kurs asing. Menurutnya, beban selisih kurs selama ini lebih banyak ditanggung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PLN dan Pertamina, sementara sektor keuangan justru memperoleh keuntungan.

“Stabilitas keuangan PLN harus didukung dengan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten, agar tidak menimbulkan beban tambahan dari luar sistem manajemen perusahaan,” ucap Defiyan.

Editorial Team