Faisal Basri, Ekonom Senior dalam Webinar Eps. 6 #MenjagaIndonesia by IDN Times dengan tema "75 Tahun Merdeka, Kok Masih Korupsi" (IDN Times/Besse Fadhilah)
Sekarang ini kasus naik, ekonomi turun terus. Kalau pemerintah maunya COVID-19 naik dan ekonomi juga naik, ya, mimpi. Obsesi itu namanya. Ekonomi akan naik tanpa harus dikomandoi kalau kita telah berhasil mengendalikan virus. Kasus boleh naik terus karena testing makin banyak, tetapi mencapai puncaknya juga cepat. Kemudian turun terus, ekonomi ya jalan waktu kasus turun.
Pertanyaannya, kita tidak tahu puncaknya kapan, karena pemerintah itu sibuk dengan penamaan dan satgas. Jadi ada satgas percepatan vaksin, satgas yang dipimpin oleh Menko Luhut Pandaitan itu, padahal dia juga di situ. Sampai 15 September 2020, testing di Indonesia masih di bawah 10 ribu per 1 juta penduduk. Hanya lebih tinggi dari negara Afrika, Senegal, Kamerun, Zambia, Wina, Pantai gading, Madagaskar, Kenya, Nigeria, dan Mesir. Dan satu-satunya negara Asia yang lebih rendah dari Indonesia adalah Afghanistan.
Kalau begini, ya, kapan puncak virusnya? Tidak ada strategi sampai sekarang untuk tracing, lompat-lompat begitu. Ini menunjukkan komite penanganan COVID-19 ini didominasi oleh sektor ekonomi.
Kuncinya adalah saving life is saving the economy. Pada triwulan satu kita masih positif, belum kontraksi. Triwulan dua kita minus 5,32 persen. Triwulan tiga kemungkinan besar kontraksi lagi, saya perkirakan 2 persen. Jadi, kita resmi mengalami resesi. Triwulan ketiga kan bulan Juli, Agustus, September.
Harapannya Oktober, November, dan Desember itu sudah positif, tapi tampaknya karena pengendalian virusnya belum jelas maka Desember akan minus. Sepanjang tahun ini kita akan mengalami pertumbuhan minus, saya perkirakan minus antara 2-3 persen.
Jadi kuncinya adalah kita kendalikan virus, yakinkan masyarakat bahwa pemerintah itu mampu mengendalikannya. Tidak seperti sekarang, kita dinilai oleh dunia terburuk ke-4 dalam menangani virus ini, sehingga tidak ada satu negara pun yang mau kerja sama dengan Indonesia dalam kerangka corona corridor atau travel bubble.
Jadi sekarang negara-negara yang sudah mampu mengendalikan virus itu saling membuka di sesama mereka, misalnya New Zealand, Singapore, Malaysia, dan Brunei Darussalam itu mulai membuka. Indonesia gak diajak. Itu dampaknya ke sektor pariwisata, akhirnya pejabat-pejabat saja yang melakukan perjalanan dinas ramai-ramai, terus foto di Bali, bukan begitu caranya.