TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Prinsip Finansial agar Terbebas dari Utang 

Biasakan untuk membayar utang tepat waktu, ya!

ilustrasi hutang (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Banyak orang yang ingin hidup bebas dari utang. Namun, bagi yang sudah terlanjur terjerat utang, apakah keinginan tersebut dapat terwujud? Cita-cita bebas dari utang bisa digapai selama memiliki komitmen tinggi dalam melakukan manajemen utangnya.

Dilansir dari Lifepal.co.id, berikut langkah-langkah untuk mengelola keuangan, termasuk utang.

Baca Juga: Penting! Ini Bedanya Utang Baik dan Utang Buruk

1. Sah-sah saja berutang asalkan masih dalam ranah produktif

Ilustrasi Utang (IDN Times/Mardya Shakti)

Dua karakteristik utang produktif adalah bisa meningkatkan penghasilan sekaligus nilai kekayaan kita di masa mendatang. Utang untuk modal usaha adalah bentuk utang produktif, sebab dapat memberikan leverage kepada peminjam dalam meningkatkan operasional bisnis. Harapannya,  profit bisa meningkat dari peluang bisnis yang ada.

Sementara itu, kredit pemilikan rumah (KPR) juga bisa membantu debitur dalam melakukan akumulasi aset. Mengingat harga properti terus mengalami pertumbuhan, maka seiring dengan berjalannya waktu, kekayaan bersih debitur yang bersangkutan akan bertambah. 

Baca Juga: 6 Alasan Harus Mendahulukan Bayar Utang daripada yang Lain

2. Pakai kartu kredit boleh kok, asal langsung dilunasi

Ilustrasi Kartu Kredit (IDN TImes/Umi Kalsum)

Ketika seseorang mengalami masalah likuiditas (kekurangan aset lancar) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, berutang tentu akan menjadi solusi. Hal itu sangat mungkin dialami oleh mereka yang bekerja paruh waktu.

Saat pembayaran dari pihak klien terlambat, besar kemungkinan mereka akan mengalami masalah likuiditas. Dalam hal ini, menggunakan kartu kredit terlebih dulu bisa dibenarkan asalkan utang tersebut langsung dilunasi setelah penghasilan diterima.

Salah satu contoh buruk utang konsumtif adalah utang untuk kebutuhan darurat seperti halnya utang untuk biaya berobat, maupun utang untuk menopang biaya hidup karena kehilangan penghasilan. Biaya berobat tentu bisa ditanggulangi dengan jaminan kesehatan, sementara itu pengeluaran biaya hidup bisa dimitigasi lewat dana darurat. 

3. Cicilan utang per bulan maksimal 35 persen penghasilan, tapi maksimal utang 50 persen dari aset

Ilustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Penilaian kesehatan jumlah utang secara sederhana bisa dilakukan dari dua hal, yaitu debt service ratio dan debt to asset ratio. Nilai debt service ratio (DSR) atau rasio pelunasan (cicilan) utang maksimal adalah 35 persen dari penghasilan.

Namun, apa jadinya jika pihak bank atau pemberi kredit menyetujui permohonan cicilan senilai 50 persen dari penghasilan kita? Tetap saja, jumlah tersebut tidak ideal.

Cicilan utang yang terlalu banyak jelas bisa mengakibatkan menurunnya kualitas hidup. Jelas saja, kemampuan dalam mencukupi kebutuhan hidup per bulan akan terganggu. Belum lagi, kita akan semakin sulit menyisihkan uang untuk dana darurat, kebutuhan proteksi, hingga investasi jangka panjang. 

Lantas untuk debt to asset ratio, nilai wajar dari total utang tertunggak kita adalah maksimal 50 persen dari aset. Apabila kita kehilangan penghasilan untuk membayar cicilannya, mau tidak mau kita harus melikuidasi aset-aset kita untuk membayar utang.

Ketika total utang setara 70 persen dari nilai aset, maka sisa aset yang kita miliki setelah utang-utang tersebut dibayar lunas hanya 30 persen dari total nilai awal. Penyusutan nilai aset juga akan menggerus nilai kekayaan bersih.

Baca Juga: 5 Tips Cegah Utang Pinjaman Online Tak Membengkak

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya