Kasus bank merger memang tidak semua dilandasi karena kondisi yang mengkhawatirkan pada suatu bank. Ada juga kasus merger untuk mendapatkan produktivitas yang lebih baik lagi.
Nah, berikut ini dua contoh kasus merger bank dengan kondisi yang berbeda. Yaitu pertama kondisi kritis, dan kedua kondisi untuk mencapai tujuan tertentu.
1. Merger Bank Danamon
Salah satu kondisi paling sulit yang dihadapi perbankan Indonesia adalah pada saat 1997 lalu. Dimana saat itu terjadi krisi moneter yang membuat banyak sekali kasus kredit macet.
Dalam kondisi tersebut, pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan rekapitalisasi terhadap bank-bank umum. Dari proses tersebut terdapat bank-bank yang berstatus Bank Take Over.
Proses take over tersebut dilakukan berdasarkan perhitungan, bahwa banyak bank yang tidak bisa memenuhi rasio kecukupan modal sebesar 8 persen. Sehingga pada 2001 dilakukan merger terhadap bank-bank yang telah di-take over tersebut.
Beberapa bank yang di-take over pada saat itu adalah Bank Danamon, Tamara Bank, Bank Tiara, Bank Jaya, Bank Pos Nusantara, Bank Nusa Nasional, Bank Rama, Bank Duta, dan Bank Risyad Salim Internasional.
Dari take over tersebut diharapkan rasio modal yang didapatkan akan jauh lebih baik. Sehingga menjadi satu bank yang lebih solid, dan bisa melakukan aktivitas perbankan dengan normal.
2. Merger Bank Syariah
Pada awal 2021 lalu, tepatnya pada 1 Februari Bank Syariah resmi berdiri. Bank ini merupakan bentuk merger dari tiga bank syariah milik BUMN, yaitu Bank Mandiri Syariah, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Dilakukannya merger dari ketiga bank syariah ini bukanlah karena kondisi kritis yang dialami. Melainkan pemerintah memiliki tujuan dalam mendorong bank syariah di Indonesia bisa semakin unggul di tataran global.
Dengan dilakukannya merger ini memberikan peningkatan terhadap perbankan syariah. Dimana penggabungan ini juga akan membuat modal semakin besar, inovasi semakin baik, dan pasar syariah di Indonesia semakin luas.
Namun, mergernya ketiga bank ini sempat membuat khawatir para nasabah. Kekhawatiran tersebut terkait dengan dana yang disimpan oleh nasabah dalam masing-masing bank tersebut.
Kekhawatiran tersebut ternyata tidak terlalu lama terjadi. Karena setiap nasabah masih tetap bisa menggunakan semua layanannya seperti sedia kala.
Bank masih melayani para nasabah seperti biasa. Adapun proses penggantian ATM dan sebagainya bisa dilakukan sesuai keinginan nasabah.
Kondisi merger ini sifatnya sangat positif. Berbeda dengan kasus sebelumnya yang memaksa bank harus melakukan merger.
Itulah penjelasan terkait bank beku operasi yang bahkan sekarang ini masih saja terjadi. Ketidakpercayaan pemerintah dan juga bentuk pendisiplinan menjadi alasan utama adanya BBO.
Dengan adanya pembekuan bank ini tentunya, masyarakat akan lebih merasa aman dalam menjalankan aktivitas perbankannya.