Jakarta, IDN Times - Gangguan yang dialami Bank Syariah Indonesia (BSI) pekan lalu diduga karena adanya serangan siber, seperti ransomware. Hal itu sendiri belum dapat dibuktikan sepenuhnya, karena perlu pemeriksaan forensik.
Menurut seorang pakar cybersecurity yang enggan disebutkan namanya, jika memang benar serangan yang dihadapi BSI adalah ransomware, maka untuk mendeteksinya pun tak mudah, dan belum tentu bisa secara langsung alias real time.
“Ransomware itu salah satu malware atau serangan yang paling canggih. Dia kejar-kejaran terus teknologinya. Jadi teknologi ransomware dengan teknologi anti-malware itu salip-salipan. Jadi gak pasti semua serangan bakal realtime ke-detect, dan 100 persen mental gak mungkin. Karena namanya untuk defense itu kita harus ada faktor manusia juga, proses juga ada, manusianya juga ada. Jadi di mana manusianya juga harus cek terus apakah ada anomali-anomali,” ujar sumber tersebut kepada IDN Times, Selasa (16/5/2023).
Jika suatu bank menghadapi serangan siber, risiko kebocoran data nasabah itu ada. Jika memang hal itu terjadi, menurut sumber, nasabah memang tak bisa melakukan apa-apa lagi. Namun, dalam hal melindungi saldo rekening, masih ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk pencegahan.
“Kalau sudah terlanjur masuk dan datanya bocor ya memang kita gak bisa ngapa-ngapain. Karena data kita kan sudah diserahkan, dan di situ kan sudah ada perjanjian, tanda tangan, segala macam, sebenarnya kita sudah menyerahkan data kita. Karena kita cuma bisa berdoa saja biar datanya gak kenapa-kenapa. Tapi untuk melakukan keamanan rekening, kita bisa melakukan beberapa hal untuk mitigasi,” ucap dia.