Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
7 Ciri Fintech Ilegal, Jangan Sembarangan Pinjam Uang ya!
Ilustrasi pinjaman online ilegal (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Tidak memiliki surat izin resmi dari OJK untuk beroperasi

  • Tidak terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI)

  • Tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perkembangan teknologi keuangan atau financial technology (fintech) di Indonesia memang membawa banyak manfaat, terutama dalam memberikan akses layanan pinjaman maupun transaksi digital secara cepat dan praktis. Masyarakat yang sebelumnya kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank kini bisa lebih mudah memperoleh dana hanya dengan bermodalkan ponsel dan aplikasi. Namun, di balik kemudahan itu, hadir pula ancaman fintech ilegal yang kerap menjebak penggunanya dengan bunga tinggi, biaya tersembunyi, hingga cara penagihan yang tidak manusiawi. Kondisi ini tentu membuat banyak orang dirugikan, baik secara finansial maupun mental.

Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan antara fintech resmi yang sudah diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan fintech ilegal yang beroperasi tanpa izin. Mengenali ciri-ciri fintech ilegal sejak awal bisa menjadi langkah pencegahan agar tidak terjebak dalam praktik keuangan yang merugikan. Dengan wawasan yang tepat, calon pengguna bisa lebih bijak dalam memilih layanan, menjaga keamanan data pribadi, serta memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan benar-benar aman dan terpercaya.

1. Tidak memiliki surat izin resmi dari OJK untuk beroperasi

Logo OJK. ANTARA News

Menghadapi situasi saat ini, OJK memutuskan untuk menghentikan sementara pemberian izin bagi perusahaan teknologi finansial. Saat ini, ada 33 perusahaan fintech lending yang memiliki izin resmi untuk beroperasi.

Dalam hal ini, izin yang dikeluarkan oleh OJK ini dapat menjadi salah satu indikator kuat untuk membuktikan jika perusahaan fintech lending resmi atau ilegal. Jadi, selalu periksa apabila fintech lending memiliki izin dan diawasi oleh OJK atau tidak.

2. Tidak terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI)

Co-Founder & CEO Investree, Adrian Gunadi. (IDN Times/Indiana Malia)

AFPI adalah asosiasi resmi yang ditunjuk oleh OJK untuk mengawasi dan mengarahkan setiap kegiatan penyelenggaraan layanan fintech lending. Pembentukan AFPI dilakukan untuk memberi perlindungan bagi para pengguna layanan fintech lending, baik pemberi dana maupun peminjam dana.

Sebelum mengajukan pinjaman atau melakukan pendanaan, periksalah apakah fintech lending tersebut sudah menjadi anggota AFPI melalui situs resmi AFPI di www.afpi.co.id.

3. Tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas

IDN Times/Arief Rahmat

Untuk sebuah perusahaan dapat beroperasi dengan baik, mereka membutuhkan identitas dan alamat kantor yang jelas. Hal ini wajib diinformasikan agar pihak regulator, dalam hal ini OJK, bisa mengawasi perusahaan tersebut. Nah, kamu patut curiga kalau identitas kantor tidak jelas, apalagi sampai berganti-ganti nama!

4. Persetujuan pinjaman terlalu mudah

IDN Times/Sukma Mardya Sakti

Perusahaan fintech lending yang beroperasi sesuai dengan aturan yang berlaku akan memiliki sistem dan strategi mitigasi risiko tersendiri untuk memastikan kepastian pembayaran setiap pinjaman. Jika pengajuan pinjaman terlalu mudah disetujui, pelaku usaha perlu curiga dan mencari tahu lebih banyak mengenai perusahaan tersebut.

Misalnya di platform Investree, sebelum produk pinjaman ditawarkan di marketplace, setiap pinjaman yang diajukan telah diseleksi menggunakan sistem credit scoring yang modern. Jadi, setiap pinjaman yang disetujui aman baik bagi lender maupun borrower.

5. Informasi terkait aktivitas pinjam meminjam tidak jelas

ilustrasi pinjaman online ilegal (IDN Times/Aditya Pratama)

Perusahaan fintech lending yang terpercaya wajib memberikan informasi terkait syarat dan ketentuan pinjam meminjam dengan jelas dan terbuka, termasuk di dalamnya bunga, penalti/denda, dan risiko mendanai. Fintech lending yang berizin dan diawasi seperti pasti selalu mencantumkan informasi lengkap terkait aktivitas pinjam meminjam bagi para lender dan borrower melalui situs resmi fintech tersebut.

Setiap negara memiliki kebijakan keuangan untuk menjaga keseimbangan perekonomian, salah satunya adalah batas nilai bunga yang dapat dikenakan. Perusahaan yang telah diberikan izin dan resmi beroperasi di bawah pengawasan OJK wajib memiliki batas bunga. Pelaku usaha harus selalu berhati-hati dan memastikan bahwa terdapat batas penetapan bunga yang jelas sebelum mengajukan pinjaman.

6. Denda keterlambatan pembayaran tidak terbatas

ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)

Sama halnya dengan bunga tidak terbatas, penerapan denda keterlambatan pembayaran yang tidak terbatas oleh fintech lending ilegal wajib dicurigai. Hal ini dapat sangat merugikan pelaku bisnis yang mengajukan pinjaman di mana perusahaan fintech lending ilegal tersebut dapat menagih denda keterlambatan pembayaran sebanyak mungkin tanpa aturan yang jelas.

“Sebenarnya, inovasi fintech lending di Indonesia telah membantu banyak pelaku usaha dan pemberi dana untuk mencapai tujuan finansial dan bertumbuh bersama. Namun, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti fintech lending ilegal pada akhirnya merugikan para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh sebab itu, pelaku usaha dan masyarakat perlu waspada dalam memilih platform fintech lending. Disarankan untuk memilih fintech lending yang terpercaya dan sudah mendapatkan izin dari OJK agar tidak dirugikan,” kata CEO Investree, Adrian Gunadi.

7. Pelaku fintech P2P lending kerap menyebarkan informasi pribadi

Ilustrasi peretas (IDN Times/Arief Rahmat)

Pelaku fintech P2P lending ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tetapi juga link unduh yang disebar melalui SMS atau dicantumkan dalam situs milik pelaku. Bahkan, data pribadi peminjam juga rawan disebarkan.

Tata cara penagihan pun sangat buruk. Penagihan tidak hanya kepada peminjam, melainkan juga kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan. Fitnah, ancaman, hingga pelecehan seksual juga kerap dilakukan.

Editorial Team