Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi WhatsApp
ilustrasi WhatsApp (IDN Times/Misrohatun)

Intinya sih...

  • Evolusi pembayaran digital di Brasil lewat WhatsApp

  • Kolaborasi AI dan Pix di balik sistem pembayaran

  • Mekanisme transaksi di WhatsApp

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bayangkan kamu bisa kirim uang ke teman atau bayar belanja hanya lewat obrolan WhatsApp, tanpa harus buka aplikasi lain. Inilah yang sedang terjadi di Brasil, negara yang berhasil mengubah aplikasi pesan populer itu menjadi alat pembayaran digital berbasis akal imitasi (AI). Langkah ini muncul berkat integrasi dengan Pix, sistem transfer instan milik bank sentral Brasil yang kini menjadi tulang punggung ekonomi digital Brasil.

Inovasi ini bukan cuma mempermudah transaksi, tapi juga mengubah cara masyarakat berinteraksi dengan uang. Langkah ini menarik perhatian karena menunjukkan cara baru masyarakat melakukan transaksi tanpa berpindah aplikasi. Melalui artikel ini, kita akan melihat bagaimana pembayaran via WhatsApp makin populer di Brasil, teknologi apa yang mendukungnya, serta apakah mekanisme serupa berpotensi diterapkan di Indonesia.

1. Evolusi pembayaran digital di Brasil lewat WhatsApp

ilustrasi Pix (dok. Zuma Press/Rafael Henrique)

Brasil menjadi salah satu negara dengan ekosistem pembayaran digital paling cepat berkembang. Setelah Pix diluncurkan oleh bank sentral Brasil pada 2020, sistem ini langsung menjadi tulang punggung ekonomi digital negara tersebut. Dilansir Techloy, sepanjang 2024 saja, Pix mencatat 64 miliar transaksi, naik 53 persen dibanding tahun sebelumnya, dengan rekor 252 juta transaksi dalam satu hari.

Perkembangan ini mendorong integrasi antara Pix dan WhatsApp. Awalnya, sejak 2021 pengguna sudah bisa mengirim uang ke sesama pengguna di aplikasi pesan itu. Namun, pada 2023, bank sentral Brasil memberi izin agar pelaku usaha kecil dan menengah bisa menerima pembayaran langsung lewat WhatsApp. Sejumlah institusi keuangan seperti PicPay, Itaú, dan Nubank kemudian ikut meluncurkan fitur yang memungkinkan transaksi langsung di dalam WhatsApp.

2. Kolaborasi AI dan Pix di balik sistem pembayaran

ilustrasi AI (Unsplash.com/Igor Omilaev)

Integrasi pembayaran ini berjalan berkat kombinasi antara Pix dan AI. Sistem Pix menangani bagian teknis seperti autentikasi, penyelesaian transaksi, dan deteksi penipuan, sementara AI bertugas memahami perintah pengguna dan mengelola proses di jendela obrolan. Pengguna dapat menulis pesan seperti “Kirim Rp 100.000 ke Adul” atau mengirim foto QR code penerima. AI kemudian mengenali pesan tersebut, memverifikasi data transaksi, dan meminta konfirmasi melalui kata sandi atau biometrik sebelum mengirimkan tanda terima digital. Pendekatan ini membuat proses pengiriman uang menjadi lebih cepat karena pengguna tidak perlu berpindah aplikasi.

3. Mekanisme transaksi di WhatsApp

ilustrasi WhatsApp (unsplash.com/Mourizal Zativa)

Dalam sistem ini, WhatsApp berfungsi sebagai antarmuka, sementara proses keuangan tetap dijalankan oleh bank melalui Pix. Pengguna cukup memasukkan nominal dan kunci Pix penerima, yang bisa berupa nomor ponsel, email, atau kode unik. Setelah itu, sistem mengalihkan pengguna sebentar ke aplikasi bank untuk verifikasi identitas, kemudian kembali ke WhatsApp dengan bukti transaksi yang muncul di ruang obrolan.

Dilansir Invezz, model ini juga mendukung pembayaran di toko. Konsumen dapat mengirim foto kode QR toko, lalu AI memproses perintah dan mengonfirmasi pembayaran dalam hitungan detik. Dengan lebih dari 90 persen warga Brasil memakai WhatsApp, cara ini menjadi alternatif populer untuk transaksi harian tanpa harus membuka aplikasi keuangan lain.

4. Tantangan keamanan dan persaingan global

ilustrasi keamanan data (pexels.com/Pixabay)

Meski praktis, sistem pembayaran berbasis pesan ini tetap menghadapi tantangan besar, terutama soal keamanan data dan risiko penipuan. Setiap pesan yang berisi perintah pembayaran membuka potensi serangan baru, sehingga bank dan regulator perlu memperkuat sistem verifikasi identitas serta algoritma deteksi penipuan.

Keberhasilan Pix dan WhatsApp juga memicu perdebatan internasional. Visa dan Mastercard menilai sistem ini memiliki keunggulan kompetitif karena dukungan pemerintah. Dilansir Techloy, pada akhir September 2025, Amerika Serikat bahkan membuka penyelidikan perdagangan terhadap Brasil, menuduh sistem Pix mendominasi pasar pembayaran digital secara tidak seimbang. Namun pemerintah Brasil terkhusus Presiden Luiz Inácio Lula da Silva menolak tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa Pix adalah layanan publik yang meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat.

5. Potensi penerapan di Indonesia

Ilustrasi pembayaran dengan QRIS (IDN Times/Cokie Sutrisno)

Dikarenakan pembayaran via WhatsApp makin populer di Brasil, Indonesia bisa belajar dari hal ini. Terutama tentang integrasi teknologi dengan aplikasi populer. Indonesia sudah memiliki sistem pembayaran cepat seperti QRIS yang digunakan lintas platform, namun belum terhubung langsung ke WhatsApp seperti di Brasil.

Dengan jumlah pengguna WhatsApp yang besar di Indonesia, kolaborasi antara regulator, bank, dan penyedia teknologi bisa menjadi langkah berikutnya. Tujuannya tentu untuk mempermudah transaksi harian. Namun, penerapan sistem serupa tetap perlu memperhatikan perlindungan data, keamanan siber, dan regulasi agar inovasi tidak mengorbankan kepercayaan pengguna.

Transformasi sistem pembayaran di Brasil memperlihatkan bagaimana inovasi teknologi dan kebijakan publik bisa berjalan beriringan. Melalui integrasi antara WhatsApp, AI, dan Pix, negara tersebut berhasil menciptakan model transaksi yang cepat dan inklusif. Walau setiap negara memiliki kondisi regulasi dan kebiasaan pengguna yang berbeda, pengalaman Brasil memberi gambaran konkret tentang masa depan pembayaran digital berbasis percakapan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team