ilustrasi indeks pasar saham (pexels.com/Kindel Media)
Dilansir dari Ebsco, peristiwa Black Monday bermula di New York Stock Exchange (NYSE), ketika Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 508 poin dalam sehari. Persentase penurunan itu mencapai 22,6 persen, menjadi rekor kerugian harian terbesar dalam sejarah bursa AS. Nilai kapitalisasi pasar yang hilang saat itu ditaksir mencapai 500 miliar dolar AS (setara Rp8,3 kuadriliun).
Guncangan ini langsung menjalar ke berbagai belahan dunia. Pasar di Hong Kong, Eropa, hingga Wall Street ikut terpukul oleh efek domino yang tercipta. Media global memberitakan betapa rapuhnya sistem keuangan internasional saat itu, memperlihatkan keterhubungan antar pasar yang begitu kuat.
Kepanikan juga menyebar ke kalangan pejabat dan masyarakat. Kepala Securities and Exchange Commission (SEC), David Ruder, bahkan sampai mengancam akan menutup pasar untuk menahan keruntuhan. Presiden AS saat itu, Ronald Reagan mengaku bingung karena fundamental ekonomi AS masih sehat, tetapi rasa takut publik akan terulangnya Depresi Besar (The Great Depression) membuat situasi semakin sulit dikendalikan.