Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Tunda Tarif, Bursa Wall Street Meledak Naik

ilustrasi saham naik (pexels.com/Jakub Zerdzicki)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengejutkan pasar global dengan menunda kenaikan tarif terhadap puluhan mitra dagang selama 90 hari. Keputusan itu diumumkan Rabu (9/4/2025), hanya beberapa jam setelah tarif baru mulai berlaku pada tengah malam. Langkah Trump tunda tarif langsung mengguncang pasar keuangan dan memicu reli besar di bursa saham.

Trump tetap mempertahankan tarif dasar sebesar 10 persen yang diberlakukan pekan lalu untuk negara-negara selain China. Namun, tarif terhadap produk China justru dinaikkan tajam menjadi 125 persen. Ia menyebut keputusan ini dipicu oleh lebih dari 75 negara yang menghubungi Gedung Putih untuk membuka jalur negosiasi dagang.

1. Indeks saham AS melonjak tajam

ilustrasi bursa efek (pexels.com/Pixabay)

Pasar saham AS langsung bereaksi positif terhadap pengumuman Trump. S&P 500 melonjak 9,5 persen, menjadi kenaikan harian tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Nasdaq meroket 12,2 persen, sedangkan Dow Jones melesat hampir 3.000 poin atau sekitar 7,9 persen.

“Ketika pasar sudah memperhitungkan skenario terburuk, tidak butuh banyak kabar baik untuk membalikkan sentimen,” kata Art Hogan dari B. Riley Wealth Management, dikutip dari NDTV, Kamis (10/4).

Ia menyebut investor menanti adanya sinyal pergeseran menuju kebijakan dagang yang lebih masuk akal. Namun ia memperingatkan bahwa China kini makin sadar dirinya dikucilkan dalam proses ini.

Sebelum reli terjadi, pasar sempat anjlok selama beberapa hari akibat kejutan tarif yang diumumkan pekan lalu. Beberapa analis menyebut lonjakan ini bisa saja hanya bersifat teknikal karena volume perdagangan yang rendah. Banyak investor memilih menahan diri hingga gejolak pasar benar-benar reda.

2. Pasar obligasi tertekan, risiko sistemik mengintai

Ilustrasi Obligasi/Surat Berharga. (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski saham menguat, pasar obligasi pemerintah AS mengalami tekanan signifikan. Yield obligasi jangka panjang melonjak setelah pemberlakuan tarif, memperlemah argumen Gedung Putih bahwa kebijakan ini mendukung ekonomi domestik. Kenaikan yield mencerminkan kekhawatiran investor terhadap arah fiskal pemerintah.

George Saravelos dari Deutsche Bank menyatakan bahwa kondisi pasar saat ini bisa memaksa intervensi darurat dari bank sentral. “Jika gangguan terbaru di pasar Treasury AS terus berlanjut, kami melihat tidak ada pilihan lain bagi The Fed selain melakukan pembelian darurat untuk menstabilkan pasar obligasi,” tulisnya, dikutip dari NBC News, Kamis (10/4). Ia menilai ketegangan di pasar utang bisa berujung pada risiko sistemik yang lebih besar.

Kekhawatiran serupa disampaikan Lawrence Summers, mantan Menteri Keuangan AS. “Suku bunga jangka panjang melonjak bahkan ketika pasar saham anjlok tajam,” tulisnya di X. Ia menyebut situasi ini mencerminkan meningkatnya keengganan investor global terhadap aset-aset Amerika.

3. China diperketat, sektor farmasi jadi target baru

ilustrasi impor barang (pexels.com/Chanaka)

Meski melunak terhadap banyak negara, Trump justru memperketat tekanan terhadap China. Ia menyebut tarif 125 persen terhadap China diberlakukan karena “kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan terhadap pasar global.” Sementara itu, negara lain mendapat kelonggaran dengan tarif tetap di angka 10 persen untuk sementara waktu.

Sebelum pengumuman kebijakan baru, Trump sempat mengunggah seruan di Truth Social agar perusahaan asing segera pindah ke Amerika. “Ini waktu yang hebat untuk memindahkan perusahaan anda ke Amerika Serikat, seperti yang dilakukan Apple dan banyak lainnya dalam jumlah rekor,” tulisnya. Ia juga menjanjikan koneksi energi yang cepat dan tanpa hambatan lingkungan.

Trump menegaskan bahwa produk farmasi juga akan menjadi sasaran tarif baru dalam waktu dekat. Hal ini langsung menyeret harga saham perusahaan farmasi besar sebelum pembukaan pasar.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan bahwa pemerintah lebih memilih membuat perjanjian dagang khusus dengan tiap negara secara terpisah. “Mereka adalah negara dengan surplus. Ekspor mereka ke AS lima kali lebih besar dibandingkan ekspor kami ke China,” kata Bessent dalam wawancara dengan Fox Business.

Ia menganggap balasan tarif dari China tidak akan berdampak besar terhadap posisi Amerika. Menurutnya, langkah China tidak akan cukup untuk membalikkan keunggulan dagang AS.

Euforia pasar saham menunjukkan respons optimistis terhadap keputusan Trump tunda tarif, tetapi tekanan di pasar obligasi dan potensi krisis dagang jangka panjang menunjukkan bahwa badai belum benar-benar reda.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us