Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)
ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Biaya tambahan bisa bikin harga barang jadi lebih mahal, seperti bunga bulanan dan denda keterlambatan.

  • Gampang bikin kamu belanja impulsif karena tidak perlu uang penuh saat itu, mendorong gaya hidup konsumtif.

  • Risiko kebiasaan berutang makin besar karena terasa "gak sakit" di awal, sulit menabung dan kontrol pengeluaran bulanan.

Fitur paylater makin sering muncul di berbagai platform belanja online di Indonesia, mulai dari marketplace seperti Tokopedia, Shopee, hingga layanan transportasi dan dompet digital seperti Gojek dan OVO. Tawaran “beli sekarang, bayar nanti” ini memang kelihatan praktis dan menggiurkan, apalagi buat kamu yang pengin beli barang tapi dana belum cukup.

Meski terlihat membantu, skema ini bisa membawa risiko finansial yang serius kalau kamu gak bijak menggunakannya, lho. Sistem paylater di Indonesia umumnya diatur oleh perusahaan fintech, namun belum seketat pengawasan pada lembaga keuangan konvensional. Inilah yang bikin kamu harus lebih waspada.

Berikut lima risiko tersembunyi dari penggunaan paylater yang penting banget untuk kamu pahami sebelum tergiur penawaran cicilan instan.

1. Biaya tambahan bisa bikin harga barang jadi lebih mahal

ilustrasi dompet kosong (pexels.com/Nicola Barts)

Banyak layanan paylater di Indonesia seperti SPayLater, Kredivo, Akulaku, dan Indodana memang menawarkan cicilan dengan bunga ringan, bahkan ada yang 0 persen untuk tenor tertentu. Tapi perlu diingat, selalu ada biaya tambahan seperti bunga bulanan, biaya layanan, dan denda keterlambatan.

Contohnya, bunga SPayLater berkisar 2,95 persen per bulan. Kalau kamu ambil tenor 3 bulan dan telat bayar, ada potensi terkena denda harian hingga maksimal 5 persen dari total tagihan. Tanpa perhitungan yang matang, kamu bisa membayar jauh lebih mahal dibanding beli barangnya secara tunai.

2. Gampang bikin kamu belanja impulsif

ilustrasi belanja tas (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Salah satu daya tarik paylater adalah kamu bisa belanja tanpa harus punya uang penuh saat itu juga. Ini bisa bikin kamu gampang tergoda beli barang yang sebenarnya gak terlalu dibutuhkan.

Ketika beli lewat paylater terasa ringan karena dibayar cicilan, kamu jadi kurang pertimbangan antara kebutuhan dan keinginan. Ini artinya, orang menggunakan layanan paylater bukan lagi karena kebutuhan mendesak, tapi karena terdorong gaya hidup konsumtif dan diskon instan.

3. Risiko kebiasaan berutang jadi makin besar

ilustrasi utang (vecteezy.com/Tinnakorn Jorruang)

Karena terasa “gak sakit” di awal, paylater bisa membentuk kebiasaan buruk. Kamu terbiasa menunda pembayaran dan merasa utang adalah hal biasa. Ini bisa bikin kamu sulit menabung dan kehilangan kontrol atas pengeluaran bulanan.

Berbeda dengan cicilan KPR atau kendaraan yang jelas tujuannya dan nilainya besar, paylater lebih sering digunakan untuk pembelian barang-barang konsumtif seperti skincare, pakaian, atau gadget. Kalau terus dibiarkan, jumlah cicilan kecil ini bisa menumpuk dan mengganggu arus kas kamu, lho.

4. Skor kredit bisa terdampak kalau telat bayar

ilustrasi rumah KPR (vecteezy.com/Tinnakorn Jorruang)

Layanan paylater seperti Kredivo, Akulaku, dan Indodana bekerja sama dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Jadi, kalau kamu telat bayar atau menunggak tagihan, riwayat tersebut bisa terekam dan memengaruhi skor kreditmu.

Kalau skor kredit buruk, bisa-bisa kamu kesulitan saat ingin mengajukan kredit lain di masa depan seperti KPR, KTA, atau pembiayaan kendaraan. Jadi, jangan anggap enteng keterlambatan pembayaran ya, walau cuma sekali.

5. Regulasi belum seketat lembaga keuangan formal

ilustrasi paket belanja online (pexels.com/Kindel Media)

Meski OJK telah mengatur perusahaan fintech melalui POJK, kenyataannya regulasi terhadap layanan paylater belum seketat pengawasan pada bank atau lembaga pembiayaan besar. Ini membuka celah terjadinya praktik bisnis yang bisa merugikan konsumen, seperti bunga tersembunyi, penagihan yang agresif, atau transparansi syarat dan ketentuan yang kurang jelas.

Beberapa kasus penagihan dari perusahaan paylater juga sempat jadi sorotan karena menggunakan jasa pihak ketiga dengan metode yang tidak manusiawi. Meski pemerintah mulai mengetatkan aturan, kamu tetap harus berhati-hati dan membaca semua syarat layanan sebelum menggunakan fitur ini.

Paylater memang menawarkan kemudahan. Tapi kemudahan itu bisa berubah jadi bumerang kalau kamu gak disiplin dan cermat dalam mengatur keuangan. Jangan sampai keinginan untuk tampil gaya atau mengikuti tren justru membawamu masuk ke dalam lingkaran utang yang gak sehat, ya.

Sebelum menggunakan fitur paylater, pastikan kamu benar-benar butuh barangnya, punya kemampuan bayar, dan tidak sedang punya cicilan lain. Selalu hitung total biaya, termasuk bunga dan denda, sebelum klik tombol “beli sekarang, bayar nanti”.

Ingat, keputusan keuangan yang bijak bukan tentang bisa belanja banyak, tapi tentang tahu kapan harus menahan diri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team