Aku adalah api panas yang selalu membara saat menatapmu
Segala residu amarah memupuk subur kalbu
Maaf seribu maaf yang terlontar
Tak membuatku kian sadar
Aku adalah musim kemarau bagimu
Yang selalu memberi dahaga bagi jiwa
Menebar debu tebal di otakmu
Aku adalah rasa pedas yang menyiksa bibirmu
Dengan sumpah serapah yang kulontarkan
Bukan sebagai ajang balas dendam
Namun, hidupmu yang tak hangat tak butuh diberi hujan