Pada kelam kalbu kala semesta dionggok mendung,
ia datang dalam keheningan pilu
Perawakannya menyerupai topan,
dan langkah kakinya bagai amuk badai
Debu dan dedaunan dibawanya berkeliaran,
sayup-sayup seolah membisikkan kalimat maut,
“Yakinkah kau akan hidup?”
Sorakan ketakutan itu nyata,
Menghunus tulang,
Membunuh semangat
Namun benihnya tetap ditahan-tahan,
Disimpan-simpan dan dibiarkan tumbuh
Sebab butuh rasa takut,
Untuk akhirnya keberanian tumbuh