Ada sepotong senja di balik jendela,
diam-diam mengingatkan tentangmu.
Cahayanya menari di dinding,
seperti kenangan yang enggan pulang
meski malam sudah mengetuk.
Kupeluk sisa cahaya yang turun
seperti puisi yang tak selesai.
Kau adalah bait yang hilang,
tapi tetap kusebut di tiap larik,
dengan hati yang tak pernah habis.
Senja itu kamu:
datang pelan, pergi diam-diam.
Meninggalkan warna
yang tak bisa dicuci waktu
atau dilupakan kata-kata.
Aku menulis kamu
di antara detik yang tenggelam.
Setiap hurufnya bernyawa,
bernapas lewat cahaya jingga,
berbisik dalam senyap: kamu, lagi kamu.
Saat malam tiba dan senja pergi,
puisi ini tak benar-benar selesai.
Sebab kamu tak pernah benar-benar selesai
di dalam aku
yang menulis, yang menanti, yang mencintai.