Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Kebaikan Almanak

ilustrasi kalender (pexels.com/Towfiqu Barbhuiya)
Pagi-pagi sekali almanak itu memalak harap
Sementara empunya masih terbaring meratap
Walang hati rupanya merobek gurat bulan sabit di wajah mentari
Mengaduk musim dengan kemelut hari depan yang tertutup tabir Ilahi
Langkahnya terseok beradu lahapnya almanak melalap angka
Ambisinya getas ditampar usaha yang tak kunjung mujur
Sementara di kanan dan di kiri tak henti bersahut tanya
Kapan rencana Tuan jadi nyata?
Jangankan menjawab, akalku pun tak dapat mencerna
Selama ini kita meraba
Memilin pilinan jalan sederhana
Gemetar menerka khayal atau realitas yang menyapa
Sampai pagi-pagi sekali almanak itu memalak harap
Empunya tak lagi terbaring meratap
Ia merapal impian merajut ikhtiar yang entah kapan terjadi
Bukan tak berarti, barangkali nanti
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorLaila Nurjanah
Follow Us