Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi puisi Kita dan Pijakan Rapuh Kehidupan (Pexels/ Luis  Ruiz)
Ilustrasi puisi Kita dan Pijakan Rapuh Kehidupan (Pexels/ Luis Ruiz)

Waktu itu kulihat kamu, seorang cilik yang berlari-lari di bawah panas lapang
Warna merah merona di pipimu mengatakan suka cita
Tak lama gundah menjarah, tepat menyasar ukiran indah di wajah
Matahari terik berganti mendung dan hujan secepat kilat
Kerut keningku ingin bertanya apa yang terjadi kawan
Mencoba menarik benang merah di atasnya

Ternyata kita lemah
Menjerit setelah berjumpa dengan dunia
Tersayat dengan kaca yang pecah
Menggila karena tertikam pelukan
Mengeluh di bawah peluh 

Ternyata kita tanah
Merana bersama bayangan
Membiru karena hamparan kabut hitam
Tersesat dan terjerembab
Terpaku dan terdiam
Namun tetap bertumbuh dan mengaduh

Semua ini tak apa
Selama menapak di atas tanah dan berupaya atas asa
Selama pecah tidak dianggap kalah
Kita manusia yang percaya
Masih merasa, masih manusia

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team