Di lorong waktu yang retak dan sunyi
Langkah kita menggema bisu
Harapan tumbuh di sela reruntuhan
Meski tahu, tanahnya penuh luka dan arang
Dinding kenangan memantulkan wajah
Yang dulu tertawa, kini hilang arah
Bayangan masa lalu terus menekan
Menyisakan cemas di pelupuk lelah
Cahaya bocor dari celah-celah genting
Tak lagi sanggup menghangatkan pagi
Jam berdetak, tetapi hatiku tak turut
Tertinggal di jeda yang tak pernah utuh
Ekspektasi tumbuh di tanah gersang
Sesaat mekar, lalu sekejap gugur tanpa suara
Kenyataan turun seperti hujan di musim kemarau
Mengikis harapan yang renta dan rapuh
Kita terus berjalan meski tak utuh
Mengumpulkan serpihan diri di sudut waktu
Sebab di lorong yang hampir runtuh ini
Kita berdamai meski tak pulih sepenuhnya
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Lorong Waktu yang Retak

ilustrasi lorong (pexels.com/Caleb Oquendo)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editorial Team
EditorYudha
Follow Us