Waktu berlalu bagaikan air keluar deras dari tempayan
Terbang bagai angin yang berhembus pelan menghilangkan kenangan
Semua berlalu berpacu dan hanya terlindungi dari sujud kepada Tuhan
Mengekang kenyamanan dan disambut hiruk pikuk Jakarta pinggiran
Tinggi rendahnya saat terbang tak lagi bisa ditentukan
Oleh diri sendiri yang tak sempat memikirkan angan
Semua berlalu terlalu sering karena semua orang berpacu kemenangan
Yang dikira akan jadi satu-satunya jalan yang bisa menentukan
Putih, hitam, gelap, dan terang masih dilihat sebagai suatu tujuan
Padahal gelap di dalam pun tertutup putih cahaya yang berkilauan
Kiranya kota ini mendidik untuk selalu berada dalam pacuan
Yang terus hadir sampai kapan waktu untuk berguguran
Ini baru di pinggiran,
Belum terlalu masuk ke dalam inti Jakarta di mana sepertinya keindahan yang ditawarkan
Entah ada di kelompok mana, tempat aku bisa sedikit memiliki harapan
Karena sejatinya Jakarta tak mau mengalah sembarangan
Untuk mereka yang hanya berpangku tangan
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Merpati di Pinggir Jakarta

ilustrasi pelabuhan (pixabay.com/sopan-sopian)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorDebby Utomo
Follow Us