Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi monolog (pixabay.com/383961)
ilustrasi monolog (pixabay.com/383961)

Putih
Bukan putih
Aku bahagia
Bohong, kamu berduka
Aku lengkap
Bohong, kamu hanya separuh jiwa

Tertulis sebuah dialog
Monolog lebih tepat
Kekompakan ruang hati
Hampa dan saling membohongi

Aku sudah lelah dalam kisah tanpa akhir
Kamu baru saja memulai suatu saga
Diriku memendam syukur dan senyum
Kamu jauh dari senyum dan hanya gerak urat wajah

Bisakah kau berhenti berlawanan?
Sejak kapan kamu jujur denganku tentang perasaan
Bisakah berhenti memberi kritikan?
Aku heran, kapan kamu berhenti berbuat kesalahan?

Cukup, aku tak sanggup berdebat
Bukannya ini hebat? Kamu itu kuat
Berhenti, aku tak ingin lagi berbantah
Sadarlah, aku menasihati, bukan menyakiti

Kamu sebenarnya siapa?
Sejak kapan kamu lupa akan dirimu sendiri
Aku ingin sendiri
. . .
Mengapa diam?
. . .
Mengapa sunyi?
. . .
Batinku?
. . .
Jawablah aku
. . .
Sepi, sendiri, bergumul luka hati

Bukan diam, bukan tak menjawab,
melainkan aku sudah tahu betapa rapuh dirimu
dan biarkan aku menemani dalam rintih perihmu.
Biarlah bila semesta mengumpat, kau dan aku ikatan kuat.
Tak lagi sendiri, tak akan lagi sepi,
inilah aku sepenuh hati,
batinmu yang telah
lama menanti.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks

Editorial Team

EditorRiza AA