Di atas piring porselen putih,
Omelet rebah dalam sunyi,
Warna kuningnya memancar lembut,
Seperti mentari pagi yang tak tergugah angin.
Ia mengisahkan cerita sederhana,
Dari tangan yang memecahkan telur pertama,
Garam dan lada menari di atasnya,
Diaduk penuh cinta, digoreng dengan asa.
Denting spatula menggema lembut,
Di antara riuhnya minyak yang mengalun,
Setiap lipatan pada tubuhnya yang matang,
Mengandung rasa rindu pada kenangan.
Apakah ia tahu,
Bahwa setiap gigitannya membawa bahagia?
Atau mungkin ia hanya diam,
Seperti kita yang sering melupakan asal mula.
Omelet matang, kau sederhana, tapi agung,
Di sela harummu ada cinta yang mengapung,
Menemani pagi yang tak selalu ramah,
Kau adalah senandung kecil yang menenangkan gelisah.
Kini kau tersaji,
Hidupmu singkat, tapi berarti,
Dari dapur hingga meja makan,
Kau mengajarkan arti kehangatan.