Jam tidur malam ini terbalik seperti biasa
Bersama sepoi angin malam yang menusuk sela
Sebab gerendel jendela sampai sekarang meniada
Kering kerongkongan pun payah bantu menyuara
Sementara lamunan tertinggal di memoar indah
Sampai kapan pun tak bakal mengulang ia
Kendati empunya bernapas entah-entah
Menggelegar tawa yang canggung lagi renyah
Laksana mimpi buruk enggan memberi aba-aba
Wajahnya masih terpatri jelas memejam netra
Lantas apalah guna merengkuh erat nestapa
Sampai mana pun tak bakal berdiam ia
Terngiang kembali lagu yang tak pernah
Disukai barang sekali melintasi kedua telinga
Panjang kuhela napas biar sadar menyisa raga
Seiring angin berisik memecah segala utopia
Tetap kutunggu tibanya gerhana entah ada
Entah tidak entah aku mati sejak bila
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Padang Rembulan

ilustrasi bulan (pixabay.com/Peter Dargatz)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editorial Team
EditorYudha
Follow Us