Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orang di pantai (pixabay/Engin_Akyurt)
ilustrasi orang di pantai (pixabay/Engin_Akyurt)

Kalian mungkin pernah tau, malaikat merintih sayu,
Pada jejak-jejak yang kami pungut di ujung doa
Datang muak yang semakin menyala-nyala

Tentang bagaimana manusia yang sudah dewasa
Bertingkah laiknya bayi yang menata tangisnya
Manusia lanjut usia yang diperbudak egonya
Lupa jika para waktu semakin menipis untuk mereka

Kami juga manusia
Ada bukan karena terpaksa
Mengapa nasib kami kalian paksa?
Siaga saat andaimu menguap di antariksa

Titah tak perlu mahkota
Atau tulis tanda tangan para raja
Kami berdarah karena berontak
Juga sekarat menuruti isyarat yang congkak

Kelak mungkin tubuh mungilku yang segera beranjak
Memanjat juga merangkak
Menghampiri siapa yang mayoritas puja
Hingga akhir kisah, takdir tak mengenal air mata

Kami mengerti, aku pun tertikam belati
Salah paham tentang takdir penguasa yang beri
Justru kalian menuhankan ingin pada kami
Kusembah tanpa pamrih, memperlambat kami mati.

Jikalau berkenan silakan berbincang seperti wali
Bukan penasihat yang membuat kami tuli
Cerita punya dua sisi, sisi kalian dan sisi yang kalian ukir untuk kami
Habis tinta kuganti gelapnya darah, semata-mata hanya untuk berbisik padamu, dewasa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks

Editorial Team