Aku luruh pada takdirku
Menahan permatamu adalah kesia-siaan
Karena aku hanya angka dua di seluruh kehidupan
Dan, matamu melihatku sebagai bayangan hitam
Dalam perjalanan itu, kau mengikatku pada keangkuhan
Wangi bahumu masih lekat dalam perasaan
Panas cepat berubah jadi malam
Dan, kau menghilang dalam kebisuan
Romansa tak lagi bergelora
Aku tak pernah berkata ya
Tapi kau benar-benar mengurasnya habis dari hatiku
Masih saja kau pura-pura tidak tahu
Di antara perasaan yang kau sembunyikan,
Doamu sampai di tempatku bersemayam
"Semoga segera menemukan bahagia," katamu
Senyum itu masih terasa tajam
Namun, kita terus bergeming,
Saling melepaskan
Aku mengikhlaskan semua pertanyaan yang tak pernah kau jawab
Luka-luka pun telah sirna
Hati membungkus tawa dan sakit ke dalam rekaman
Tersisa diriku dan rindu tanpa menunggumu pulang
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Rindu Tanpa Menunggumu Pulang

ilustrasi seorang perempuan tengah melamun (pexels.com/Thingsifind beautiful)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editorial Team
EditorYudha
Follow Us