Hujan turun pelan, seperti bisik yang dulu,
Tentang namamu yang masih menetap di udara,
Setiap tetesnya mengetuk jendela,
Membangunkan rindu yang lama tak beranjak.
Aku duduk menatap langit yang kelabu,
Mendengar gemericik seolah suaramu kembali,
Lembut, samar, tapi begitu nyata,
Menembus waktu, memeluk kenangan.
Jalanan berkilau oleh air dan lampu,
Namun di dalam dada, hanya satu yang terang:
Bayanganmu di antara gerimis,
Menyapa diam, tak pernah benar-benar pergi.
Hujan selalu pandai memanggil yang hilang,
Mengajak hati menelusuri masa lalu,
Dan di tiap aroma tanah basah yang tercium,
Aku temukan jejakmu masih di situ.
Ah, hujan…
Kau tahu betapa mudahnya aku melemah,
Setiap kali kau turun membawa kenangan,
Dan mengajakku rindu pada yang tak lagi pulang.