Kala keadaan mencabik-cabik perasaan
Hatiku berselimut tebal kecemasan
Aku ingin pulang kerumah ternyaman
Di situ tempat teduhku teraman
Namun, hati enggan karena sungkan
Mengingat tajamnya kenyataan
Bahwa aku ini dianggap harapan
Namun, hal itu menguap perlahan
Bukanlah memberi rekah senyuman
Ataupun hadiah permata kebahagiaan
Malah senyum getir karena kegagalan
Semesta menuang secercah kesempatan
Di situlah mimpiku kembali mengawan
Merajut harapan berjuta kemenangan
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Rumah Teduh Ibu

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Vika Glitter)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorIda Qudsy Nc
Follow Us