Samudra tabah
kau sampaikan hangat
melalui lisan yang dikunci rapat,
telinga yang mencoba mengerti,
serta ruang hati yang setiap pagi kau sapu dengan air mata.
Sedang aku,
meneriakkanmu dengan pisau kata
bertingkah seolah menahu segalanya
mengilah ucapanmu bahkan sebelum kau sempat melayangkan sebutir kata.
Beribu kali kata maaf
tidak sedikitpun menutup lara,
bila dipandang dari kaca mata manusia.
Namun, bagimu maaf adalah cuma-cuma
tak pernah kau mengharap lebih,
selain tawa yang terlukis di wajah anaknya.