Kau datang dari hutan-hutan mimpi,
dengan bulu-bulu biru langit senja,
sebelum malam menyapu sisa cahaya.
Parasmu bagai potongan mega,
yang dengan angkuh menolak menghilang.
Matamu yang tajam adalah dua biji kopi,
menyimpan seribu rahasia pepohonan tua.
Kau paham bahasa angin, gemerisik daun,
dan diam yang tercipta di sela-sela hujan.
Kau adalah penerjemah bagi sunyi.
Kokokmu bukan sekadar gema,
melainkan deklarasi:
bahwa di dunia yang kerap kelabu,
keberanian untuk tetap biru
adalah sebuah pemberontakan nan syahdu.
Warnamu adalah janji yang tak ingkar,
biru yang tak luntur oleh badai atau waktu.
Di sangkar sempit dunia yang fana,
kau ingatkan kita pada langit luas,
pada kebebasan yang hampir terlupa.
Teruslah berkata, wahai sang penjaga,
meski kata-katamu hanya ulangan.
Sebab di era yang serba salin tindih,
kesetiaan pada satu warna,
adalah bentuk cinta paling purba.