TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[CERPEN] Danau Kenangan

Tentang kisahku dan Devano

ilustrasi danau (freepik.com/photoangel)

Di tepi danau yang jernih, aku duduk bersama Devano. Air mengalir dengan tenang, seakan merangkul kita berdua. Kami sering datang ke sini, menghabiskan waktu bersama, berbincang tentang mimpi-mimpi dan harapan-harapan. Danau ini telah menjadi saksi bisu dari kisah cinta kami yang unik.

Aku adalah anak yang selalu dikekang untuk menjadi yang terbaik. Sejak kecil, orangtua selalu memaksakan aku untuk meraih posisi juara 1 dalam setiap kompetisi. Segala sesuatu yang aku lakukan selalu diukur dengan ukuran prestasi. Sedangkan Devano, ia adalah anak dari keluarga broken home. Kehidupannya penuh dengan lika-liku yang tidak mudah. Namun, kami saling melengkapi.

Dengan jernihnya air danau, aku sering merenung tentang masa lalu dan masa depan kami. Aku tahu, masa lalu dan latar belakang kami sangatlah berbeda. Namun, cinta adalah suatu kekuatan yang mampu mengatasi segala rintangan dan perbedaan.

"Devano," panggilku. "Apa yang kau pikirkan tentang masa depan kita?"

"Aku tidak tahu, tapi aku yakin bahwa kita bisa melaluinya bersama-sama," jawab Devano, sambil tersenyum.

Saat itu, kami berdua merasakan kehangatan yang tak tergantikan. Aku merasakan hatiku berdebar lebih kencang, seakan ingin meloncat keluar dari dada.

"Danau ini indah, tapi hanya dengan kehadiranmu aku merasakan indahnya dunia ini," ujarku.

Devano hanya menatapku dengan mata yang penuh kasih. Di matanya, aku melihat segala sesuatu yang kusuka. Di sinilah aku merasa benar-benar merdeka. Di tepi danau yang tenang ini, aku merasa terbebaskan dari beban yang selama ini mengikatku.

Namun, seperti di setiap hubungan, ada rintangan yang harus kami hadapi. Orangtuaku tidak pernah menerima Devano, sebab ia dianggap tidak sekelas denganku. Selain itu, keluarganya yang terpecah menjadi dua selalu membebani batinnya. Aku selalu mencoba untuk memahaminya dan membantunya melewati masa-masa sulit tersebut.

Suatu hari, aku melihat Devano sedang menangis di tepi danau. Aku merangkulnya dan berkata, "Jangan khawatir, aku selalu ada untukmu."

"Sungguh, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," ujar Devano sambil mengusap air matanya.

Aku menggenggam tangannya dan berkata, "Kita bisa melaluinya bersama-sama."

Walaupun aku tahu bahwa menjadi pacar Devano bukanlah hal yang mudah, aku tidak pernah merasa terbebani olehnya. Bahkan, aku merasa lebih hidup dan lebih bersemangat ketika bersamanya. Danau ini selalu menjadi saksi dari keindahan yang kami bagikan bersama.

Suatu malam, aku memberanikan diri untuk menghadapi orangtua dan memberitahu mereka tentang hubungan kami. Aku tahu, mereka pasti akan marah dan menentang hubungan kami. Namun, aku tidak bisa terus memendam perasaan ini, aku harus berani mengambil risiko.

"Aku ingin memberitahu kalian tentang hubunganku dengan Devano," kataku dengan sedikit gemetar, mencoba untuk menahan gugup.

"Dan siapa itu Devano? Kau bicara dengan siapa selama ini?" tanya ayahku dengan nada tajam.

"Devano adalah pacarku, Ayah. Kami sudah berpacaran selama beberapa bulan," jawabku dengan lembut.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Apa? Kau gila? Kau pacaran dengan anak broken home itu? Kau akan merusak masa depanmu sendiri!" teriak ayahku dengan marah.

"Iya, tapi aku tidak memikirkan itu. Aku mencintai Devano dan aku tahu bahwa dia adalah orang yang baik dan pantas untuk dicintai," jawabku dengan mantap.

"Aku tidak merestui hubunganmu dengan dia. Kau harus mengakhiri semuanya sekarang juga," sahut ayahku dengan tegas.

"Ayah, aku tidak bisa melakukannya. Aku mencintainya," jawabku dengan suara bergetar.

"Maka itu akan ada konsekuensi, kau harus bertanggung jawab atas tindakanmu," kata ayahku dengan nada dingin.

Duduk sendirian di tepi danau yang pernah kami datangi bersama, aku merenungkan segala sesuatu yang telah terjadi. Aku merasa hampa, kesepian, dan hancur tanpa Devano. Tapi aku tahu, aku harus menerima keputusan orang tua dan terus melangkah.

Namun, suatu hari, aku merasa ingin mengunjungi danau itu sekali lagi. Mungkin untuk terakhir kalinya sebelum aku benar-benar meninggalkan kota ini. Dan aku pergi sendirian.

Sesampainya di danau, aku duduk di tempat yang biasa kami duduk, mengenang kenangan kami. Aku merenungkan betapa indahnya saat-saat yang kami habiskan di sini. Aku mengingat senyum dan tatapan mata Devano, dan tiba-tiba aku merasa seperti ingin menangis.

Namun, aku menyadari bahwa aku tidak sendirian. Ada seseorang yang duduk di sampingku, dan ketika aku melihat ke samping, aku melihat Devano sedang tersenyum padaku.

"Kau datang ke sini?" tanyaku dengan terkejut.

"Ya, aku ingin melihatmu sekali lagi sebelum kau pergi," jawab Devano dengan suara lembut.

Kami duduk bersama di tepi danau, mengobrol tentang segala sesuatu seperti dulu. Kami tertawa, menangis, dan mengingat kenangan yang indah. Kami bahkan bermain-main di air, mengenang waktu ketika kami berenang bersama di sini.

Namun, akhirnya, waktu untuk berpisah telah tiba. Kami berdiri, dan kami saling berpelukan untuk terakhir kalinya. Kami berjanji untuk selalu mengingat kenangan indah kami dan mendoakan yang terbaik untuk masa depan masing-masing.

"Terima kasih telah mengenalkan aku pada danau ini. Sekarang, danau ini akan selalu menjadi tempat di mana aku mengenangmu," ucapku dengan suara serak.

"Dan kau akan selalu menjadi tempat di mana aku akan kembali," sahut Devano dengan senyuman yang khas.

Kami saling berpandangan sejenak, lalu kami melepaskan pelukan. Kami berjalan pergi masing-masing, meninggalkan danau itu dan kenangan indah kami di sana. Tapi aku tahu, selalu ada tempat di hatiku untuk Devano dan danau itu.

Baca Juga: [CERPEN] Surat Terakhir dari Bapak

Verified Writer

Kazu Zuha

Hanya seorang anak SMK yang menyukai pelajaran SMA. Cenderung seperti bunglon, bisa menjadi Kpopers, Wibu, Agamis, Anak Sosiologi, Anak Politik, dan lain lain sesuai situasi dan kondisi hehe

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya