Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
unsplash.com/Manuel Meurisse

Gadis itu masih belum jemu melekatkan pandangannya ke batas-batas horizon. Lagit, sedikit awan, ombak yang menepi dan beranjak, perahu-perahu cadik, biru. Begitu sabar ia duduk bersila, menopang dagu dan menonton camar-camar yang hinggap dan terbang di layar nelayan tanpa permisi.

Dua orang anak menenteng ember dan cetakan pasir di tepi pantai yang basah, diabaikannya. Pak tua yang dengan sopan  menawarkan air kelapa muda, ia acuhkan. Perempuan itu begitu acuh dan tak menganggap penting segala yang terjadi di dekitarnya kala itu.

Lumrahnya, orang yang mengalami gejala iu adalah mereka yang duduk di selasar rumah sakit, sementara orang terkasihnya terbaring di ruangan khusus. Mereka akan begitu gelisah menunggu sang dokter keluar dan mengabarkan kondisi orang itu. Begitu cemas sampai tak peduli ada petugas wanita yang kewalahan membereskan berkasnya ang berjatuhan. Waktu yang begitu mencekamnya.

Pun dengan gadis itu, bukan karena orang terdekatnya tengah dihinggapi musibah mengancam nyawa, tapi ada yang ditunggunya di batas horizon itu. Akan ada kapal yang pulang, membawa orang yang dinantinya sejak lama. Begiu cemas masa ini. Begitu lama matahari bergerak. Tengah ia bayangkan, tak lama lagi lautan biru akan berubah merah muda. rasanya yang asin akan mengharum dan memanis. Bebatuan karang itu, tak ubahnya karangan bunga selamat datang.

Editorial Team

EditorYana

Tonton lebih seru di