[CERPEN] Perspektif

Jantungku berhenti berdetak mengikuti kedua mata ibu yang tertutup rapat. Gemericik air yang tadinya menenangkan berubah menjadi tangisan panjang saat berita kematian ibu tersebar ke penjuru arah. Barangkali, aku masih masuk ke jajaran manusia paling beruntung sedunia. Sebab, ketika ibu berjuang melepas segalanya, mataku masih bisa menangkap senyum ibu. Akan tetapi, fakta bahwa aku adalah manusia paling menyedihkan sedunia juga tidak dapat dimungkiri. Hidupku telah berakhir.
Sebenarnya tidak ada yang berubah selain jiwa ragaku pergi entah ke mana. Aku masih mandi 2 kali sehari, menyapu lantai, mengepel kumpulan noda, bermain dengan busa, dan sederet pekerjaan lainnya. Kabar baiknya, aku mendapatkan warisan. Kabar buruknya, warisan tersebut adalah 'sosok' yang paling tidak berguna.
Heru. Dia lebih bodoh dari keledai, lebih berisik dari anjing, juga lebih menyebalkan dari nyamuk. Semula, kelahirannya dinanti-nanti, banyak harapan yang terbang tinggi. Namun, segala cinta dan perhatian menjadikan Heru compang-camping. Konon, kerusakan yang ada di dalam tubuh Heru sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Harusnya, sih, Heru pantas dibuang. Ah, tapi di mana sisi dunia yang kejam pada laki-laki?
“Mia, nasi udah habis, ya?” Heru menghampiriku yang sedang menyapu daun-daun kering di halaman rumah.