Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Pulang untuk Kembali Berjuang

ilustrasi berada di dalam kereta (unsplash.com/Amine mouzaoui)

Kereta yang aku tumpangi mulai bergerak perlahan, meninggalkan stasiun di tengah kota. Di balik jendela, ibu melambaikan tangan, senyum tipis masih tergambar di wajahnya meski matanya sembab. Ayah berdiri di sampingnya, diam seperti biasa, tetapi genggaman tangannya di bahuku tadi menyampaikan segalanya; hati-hati, jaga diri, terus melangkah.

Lebaran kali ini terasa lebih hangat dari sebelumnya. Barangkali karena waktu di rumah semakin terasa singkat. Suasana dapur dengan aroma masakan ibu, obrolan ringan di teras, dan tawa adik-adik, semuanya serasa berusaha menguatkanku sebelum kembali menjalani hari-hari yang menanti di tanah perantauan.

"Aku akan bertahan, Bu. Akan aku wujudkan semua yang pernah aku bilang."

Kalimat itu masih bergema jelas di benakku. Dulu aku mengucapkannya malam sebelum pertama kali berangkat. Waktu itu, langit cerah, dan aku begitu yakin seperti anak muda kebanyakan yang membawa koper penuh semangat. Aku ingin bekerja, ingin membahagiakan kedua orangtuaku, ingin membuktikan bahwa dari kampung kecil, anak mereka bisa mengadu nasib dengan gagah di kota besar.

Nyatanya, hidup di perantauan mengajarkan banyak hal. Aku belajar tentang kesepian, tentang gagal, tentang mencari arah saat semua terlihat kabur. Mimpiku sempat meredup, bergeser jauh dari bayangan awal yang penuh optimisme. Namun, dalam setiap masa sulit, wajah ibu dan ayah selalu terbayang. Dalam diam, mereka seperti berkata, “Lanjutkan, Nak. Kami percaya.”

Libur Lebaran kemarin menjadi jeda yang menyejukkan. Aku pulang membawa letih, tetapi disambut dengan pelukan hangat tanpa tanya. Rumah itu masih sama, dengan segala kesederhanaannya. Cinta di dalamnya selalu utuh, dan dari sanalah semangatku kembali tumbuh.

Kereta melaju melewati hamparan sawah yang mulai menguning. Hati ini terasa berat, tetapi langkahku tetap teguh. Aku tidak bisa selamanya tinggal di pelukan ibu. Ada janji yang harus diselesaikan. Di kota nanti, aku akan kembali bekerja, menata ulang niat, menjalani hari-hari dengan sabar dan tekun. Semua kegagalan kemarin menjadi pelajaran, bukan penghalang.

Aku merapatkan jaket, memandang jendela yang mulai berembun. Di balik kabut pagi, kulihat bayangan diriku sendiri yang dulu datang dengan harapan, dan kini kembali dengan tekad yang lebih dalam. Bersama keyakinan yang tumbuh dari cinta dan doa, aku akan melangkah lagi.

Perjalanan ini belum selesai. Aku tahu, aku sedang menuju arah yang benar. Karena di setiap langkah yang aku ambil, ada asa yang aku simpan untuk dua hati yang selalu menungguku pulang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us