ilustrasi wingko babat (instagram.com/nenynick)
Di Semarang, usaha wingko babat yang dirintis oleh Loe Lan Hwa sejak tahun 1946 juga berkembang dan menjadi Wingko Babat Cap Kereta Api karena mereka menjual-belikan wingko babat di stasiun.
Awalnya, wingko babat Loe Lan Hwa ini hanya dibungkus kertas biasa tanpa merek. Kemudiaan Loe Lan Hwa memberikan cap atau merek untuk wingko babat produksinya, Cap Spoor yang merupakan merek pertama kali yang dibuat oleh Loe Lan Hwa dan suaminya.
Spoor sendiri adalah Bahasa Belanda yang artinya jalur dengan dua rel yang harus dilintasi kendaraan rel dalam bahasa Jawa spoor dilafalkan sepur yang artinya kerta api. Ide tersebut didapat dari sampul buku saran yang disediakan di kereta makan atau gerbong restorasi. D. Mulyono memilih ilustrasi kereta api dalam kemasan wingko babat karena D Mulyono bekerja di bagian gerbong restorasi kereta api.
Seiring perkembangan Bahasa Indonesia, Cap Spoor kemudian diganti dengan Cap Kereta Api. Hadirnya kompetitor yang juga membuat kue wingko dengan gambar kereta api ini membuat Loe Lan Hwa mencantumkan juga nama suaminya D Mulyono di kemasan depan wingko babat dan diberikan juga kata-kata “d/h Loe Soe Siang” di belakang kemasan.
Singkatan d/h ini adalah ejaan lama yang artinya dahulu. Hal tersebut memberikan maksud penegasan bahwa wingko babat buatan D. Mulyono ini adalah kelanjutan dari wingko babat buatan Loe Lan Siang. Hal ini untuk membedakan wingko babat buatannya dan buatan kompetitornya
Sekarang ini, wingko babat dari dua perusahaan legendaris di Lamongan dan Semarang tersebut tak hanya menjual wingko babat dengan rasa kelapa saja tetapi juga menjual wingko babat dengan sentuhan kekinian.
Wingko babat LLI mempunyai variasi cokelat, nangka, dan keju. Sedangkan wingko babat Cap Kereta Api mempunyai varian cokelat, nangka, dan pisang. Berkat dua perusahaan wingko ini, wingko menjadi oleh-oleh kas dari Lamongan dan Semarang.
Dari kalian, ada yang pernah mencicip gurih manisnya wingko babat?