Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi dubai chocolate
ilustrasi dubai chocolate (vecteezy.com/ahmed hedayet)

Pernahkah kamu bertanya-tanya, bagaimana sebuah makanan tiba-tiba ada di mana-mana? Dari dubai chocolate yang mendadak membanjiri pasar swalayan hingga minuman boba yang seakan wajib ada di tangan setiap orang. Fenomena viral ini bukanlah sihir, melainkan hasil dari kombinasi faktor-faktor yang menarik perhatian dan rasa penasaran kita.

Di era digital seperti sekarang, tren makanan bisa menyebar dengan cepat sekali, jauh lebih cepat dari rasa lapar yang datang. Sebenarnya, apa saja sih resep rahasia di balik sebuah makanan yang bisa mendadak jadi buah bibir dan incaran banyak orang? Mari kita kupas satu per satu alasan-alasannya.

1. Pengaruh besar dari para influencer

ilustrasi influencer atau content creator (freepik.com/freepik)

Zaman sekarang, kekuatan influencer gak bisa diremehkan. Menurut Profesor Charles Spence dari University of Oxford, banyak tren makanan muncul karena influencer ingin memamerkan sesuatu yang baru dan menarik di media sosial.

Saat satu orang terkenal mencoba makanan tertentu, jutaan pengikutnya langsung ikut penasaran. Dari sinilah efek domino dimulai.

Selain itu, konten makanan punya daya tarik visual yang kuat. Ketika influencer memotret makanan dengan pencahayaan estetik atau video slow motion saat cokelat meleleh, hasilnya bikin siapa pun tergoda untuk mencoba hal yang sama. Jadi, bukan hanya soal rasa, tapi juga bagaimana makanan itu dikemas dan ditampilkan ke publik.

2. Penampilan visual yang unik

ilustrasi dubai chocolate (vecteezy.com/Oleg Gapeenko)

Kata orang, kita “makan dengan mata” dulu sebelum mencicipi. Hal ini juga dijelaskan oleh Profesor Spence yang meneliti tren makanan viral.

Makanan dengan tampilan berbeda biasanya lebih cepat menarik perhatian di media sosial. Contohnya, Dubai chocolate punya kontras warna yang mencolok antara cokelat coklat tua di luar dan isi pistachio hijau cerah di dalam. Kombinasi warna yang gak biasa bikin orang langsung tahu bahwa makanan itu spesial. Sama seperti aperol spritz dengan warna oranye cerah atau minuman boba dengan bola hitam di dasar gelasnya, semuanya punya ciri visual kuat yang mudah dikenali. Itulah kenapa tampilan bisa jadi faktor utama dalam kesuksesan viral sebuah makanan.

3. Rasa “unik” dan nuansa eksotis

ilustrasi bubble tea (vecteezy.com/JOYI CHANG)

Rasa baru yang belum banyak dikenal sering kali jadi daya tarik tersendiri. Ada sensasi “menemukan hal pertama kali” yang bikin orang penasaran untuk mencoba. Menurut Profesor Spence, generasi muda cenderung jadi penggerak utama tren ini karena mereka lebih terbuka terhadap eksperimen rasa, apalagi yang datang dari budaya atau negara lain.

Misalnya, dubai chocolate membawa nuansa Timur Tengah lewat kombinasi cokelat dan kacang pistachio. Sama halnya dengan bubble tea yang awalnya berasal dari Taiwan tapi kini populer di seluruh dunia. Cita rasa eksotis dan berbeda dari makanan sehari-hari jadi magnet yang membuat orang merasa seperti sedang menjelajah kuliner dunia.

4. Estetika media sosial

ilustrasi rainbow cake (freepik.com/topntp26)

Media sosial punya peran penting dalam menentukan apakah sebuah makanan bisa viral atau tidak. Foto dan video makanan yang estetik lebih mudah mendapatkan perhatian di platform seperti Instagram, TikTok, atau YouTube. Dalam banyak kasus, orang membeli makanan bukan hanya untuk dimakan, tapi juga untuk difoto.

Ketika sesuatu terlihat “instagramable”, peluangnya untuk viral meningkat drastis. Makanan seperti rainbow cake, croffle, atau minuman dengan lapisan warna gradasi jadi contoh nyata bahwa keindahan visual bisa membuat orang tertarik bahkan sebelum mereka tahu rasanya seperti apa.

5. Efek FOMO (Fear of Missing Out)

ilustrasi minuman boba, bubble tea (vecteezy.com/Ratri Viandhinie Gatta)

Tren makanan sering kali menyebar karena efek “takut ketinggalan”. Ketika teman-teman di media sosial mengunggah makanan tertentu, kamu mungkin merasa perlu mencobanya juga agar gak dianggap ketinggalan zaman. Efek FOMO ini mempercepat penyebaran tren, apalagi di kalangan anak muda yang aktif di dunia digital.

Begitu sebuah makanan jadi topik hangat, permintaan langsung melonjak dan tempat yang menjualnya pun ramai. Banyak orang rela antre panjang hanya demi mencicipi sesuatu yang lagi viral, meskipun kadang rasanya biasa saja. Tapi sensasi ikut tren dan bisa posting pengalaman itu ke media sosial sering kali lebih berharga dari rasa makanan itu sendiri.

Fenomena makanan viral sebenarnya lebih kompleks dari sekadar “enak” atau “tidak enak”. Ada kombinasi antara kekuatan media sosial, tampilan visual, rasa eksotis, dan perilaku sosial yang saling memengaruhi. Makanan seperti dubai chocolate dan boba sukses karena mampu memenuhi semua unsur itu: unik, estetik, dan bisa bikin penasaran.

Jadi, kalau suatu hari kamu melihat makanan baru berseliweran di FYP, jangan heran. Bisa jadi itu bukan sekadar makanan biasa, tapi bagian dari tren global yang diciptakan oleh rasa ingin tahu, estetika digital, dan sedikit bumbu FOMO.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team