ilustrasi minuman boba, bubble tea (vecteezy.com/Ratri Viandhinie Gatta)
Tren makanan sering kali menyebar karena efek “takut ketinggalan”. Ketika teman-teman di media sosial mengunggah makanan tertentu, kamu mungkin merasa perlu mencobanya juga agar gak dianggap ketinggalan zaman. Efek FOMO ini mempercepat penyebaran tren, apalagi di kalangan anak muda yang aktif di dunia digital.
Begitu sebuah makanan jadi topik hangat, permintaan langsung melonjak dan tempat yang menjualnya pun ramai. Banyak orang rela antre panjang hanya demi mencicipi sesuatu yang lagi viral, meskipun kadang rasanya biasa saja. Tapi sensasi ikut tren dan bisa posting pengalaman itu ke media sosial sering kali lebih berharga dari rasa makanan itu sendiri.
Fenomena makanan viral sebenarnya lebih kompleks dari sekadar “enak” atau “tidak enak”. Ada kombinasi antara kekuatan media sosial, tampilan visual, rasa eksotis, dan perilaku sosial yang saling memengaruhi. Makanan seperti dubai chocolate dan boba sukses karena mampu memenuhi semua unsur itu: unik, estetik, dan bisa bikin penasaran.
Jadi, kalau suatu hari kamu melihat makanan baru berseliweran di FYP, jangan heran. Bisa jadi itu bukan sekadar makanan biasa, tapi bagian dari tren global yang diciptakan oleh rasa ingin tahu, estetika digital, dan sedikit bumbu FOMO.