Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi makanan jogja (unsplash.com/Inna Safa)
ilustrasi makanan jogja (unsplash.com/Inna Safa)

Yogyakarta dikenal dengan makanan khasnya yang bercita rasa manis. Gudeg, bakpia, geplak, dan masih banyak lagi menjadi bukti bahwa manis adalah identitas kuliner daerah ini. Kalau baru pertama kali mencicipi makanan Jogja, rasa manisnya mungkin terasa sangat menonjol.

Lantas, kenapa makanan Jogja rasanya cenderung manis? Ternyata, alasan di balik ini cukup menarik dan penuh cerita sejarah serta budaya. Dalam artikel ini, akan dibahas alasan-alasan unik yang membuat makanan Jogja lekat dengan rasa manis. 

1. Warisan sejarah tanam paksa

ilustrasi tebu (vecteezy.com/ast007392369)

Sejarah berperan besar dalam membentuk cita rasa kuliner Jogja. Pada masa penjajahan Belanda, sistem tanam paksa atau cultuurstelsel diberlakukan di berbagai daerah di Pulau Jawa, termasuk Jogja.

Sistem ini mewajibkan masyarakat untuk menanam tanaman yang bernilai ekspor, salah satunya tebu. Karena tanah Jogja sangat subur, banyak lahan dipakai untuk menanam tebu, bahkan lebih dari 70 persen lahan pertanian kala itu digunakan untuk tanaman ini.

Kondisi ini membuat masyarakat Jogja harus beradaptasi. Dengan tebu yang melimpah, mereka mulai mengolahnya menjadi gula untuk konsumsi sehari-hari. Gula ini kemudian menjadi bahan utama dalam banyak makanan, dan akhirnya membentuk kebiasaan masyarakat Jogja dalam memasak makanan yang manis. Kalau kamu makan gudeg atau cenil, rasa manisnya itu sebenarnya adalah jejak dari sejarah panjang tanam paksa ini.

Menariknya, gula dari tebu saat itu tidak hanya menjadi bagian dari makanan sehari-hari, tapi juga menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap penjajah. Mereka memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk tetap bertahan hidup, meski dalam kondisi sulit. Filosofi ini masih terasa sampai sekarang, di mana makanan manis jadi bagian penting dari identitas budaya Jogja.

2. Filosofi Jawa yang mengutamakan kemanisan

ilustrasi orang Jawa (unsplash.com/Camille Bismonte)

Rasa manis pada makanan Jogja juga mencerminkan filosofi masyarakat Jawa yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan. Bagi orang Jawa, manis sering menjadi simbol kenikmatan dan kebahagiaan. Dalam tradisi keraton, makanan manis sering disajikan sebagai bentuk penghormatan dan ungkapan rasa syukur.

Filosofi ini juga berkaitan dengan prinsip hidup orang Jawa yang dikenal dengan manis ing ngomong, manis ing rasa, atau selalu menjaga kesantunan dalam ucapan dan tindakan. Hal ini kemudian diterjemahkan ke dalam kuliner mereka. Jadi, ketika kamu menikmati gudeg yang manis, sebenarnya kamu juga sedang merasakan filosofi hidup orang Jawa yang mengutamakan harmoni dan rasa syukur.

Selain itu, masyarakat Jawa juga percaya bahwa makanan yang manis bisa membawa suasana hati yang lebih baik. Rasa manis dianggap mampu menenangkan pikiran dan menciptakan kedamaian, sesuai dengan karakter masyarakat Jawa yang lembut dan ramah. Jadi, gak heran kalau rasa manis selalu hadir dalam berbagai makanan mereka.

3. Kondisi alam yang mendukung

ilustrasi gula jawa (vecteezy.com/studio2013)

Kalau kita lihat dari segi alam, Yogyakarta memiliki sumber daya yang sangat mendukung untuk menghasilkan makanan manis. Pohon kelapa tumbuh subur di banyak daerah di Jogja, dan dari sinilah masyarakat mendapatkan bahan baku untuk membuat gula merah atau gula kelapa. Gula ini jadi salah satu bahan utama dalam banyak makanan khas Jogja.

Selain itu, iklim Jogja yang tropis juga memungkinkan tanaman lain seperti singkong, ubi, dan jagung untuk tumbuh dengan baik. Tanaman-tanaman ini sering diolah menjadi jajanan tradisional seperti getuk, cenil, atau klepon yang semuanya menggunakan gula sebagai pemanis. Kondisi alam yang kaya ini membuat masyarakat Jogja terbiasa mengolah bahan-bahan lokal menjadi makanan yang bercita rasa manis.

Faktor ini menunjukkan betapa kreatifnya masyarakat Jogja dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Dengan bahan sederhana, mereka bisa menciptakan makanan yang gak hanya enak, tapi juga punya nilai budaya yang tinggi. Jadi, rasa manis dalam makanan Jogja sebenarnya juga merupakan bentuk apresiasi terhadap kekayaan alam mereka.

4. Pengaruh budaya keraton

ilustrasi abdi dalem keraton yogyakarta (unsplash.com/Arya Krisdyantara)

Keraton Yogyakarta punya pengaruh besar dalam membentuk identitas kuliner Jogja. Dalam tradisi keraton, makanan bukan hanya soal rasa, tapi juga simbol status dan filosofi hidup. Banyak makanan khas Jogja, seperti gudeg dan geplak, awalnya berasal dari dapur keraton. Rasa manis pada makanan ini menjadi ciri khas yang menunjukkan keanggunan dan kemewahan.

Selain itu, keraton juga memengaruhi cara penyajian makanan. Dalam tradisi keraton, makanan harus disiapkan dengan penuh kehati-hatian dan memperhatikan estetika. Rasa manis sering dipilih karena dianggap mewakili rasa syukur dan keindahan. Pengaruh ini kemudian menyebar ke masyarakat luas, sehingga makanan manis menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Jogja.

Faktor ini juga menjelaskan kenapa rasa manis pada makanan Jogja tidak terasa berlebihan, tapi justru seimbang. Ini karena resep-resep tradisional keraton yang tetap dijaga hingga sekarang, memastikan setiap makanan punya rasa yang khas dan autentik. Jadi, kalau kamu mencicipi makanan Jogja, kamu sebenarnya sedang menikmati warisan budaya keraton yang kaya akan nilai sejarah.

5. Kebiasaan konsumsi yang turun-temurun

ilustrasi gudeg (commons.wikimedia.org/Midori)

Terakhir, rasa manis pada makanan Jogja juga dipengaruhi oleh kebiasaan konsumsi masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sejak kecil, orang Jogja sudah terbiasa dengan makanan manis. Ini membuat mereka merasa lebih nyaman dan akrab dengan cita rasa tersebut. Kebiasaan ini kemudian diteruskan ke anak-anak mereka, sehingga menjadi tradisi yang sulit diubah.

Selain itu, makanan manis juga sering disajikan dalam acara-acara penting, seperti pernikahan, syukuran, sampai selamatan. Hal ini membuat rasa manis menjadi identitas yang melekat pada budaya masyarakat Jogja. Jadi, bukan hanya soal kebiasaan, tapi juga soal kebanggaan akan warisan kuliner yang telah ada sejak lama.

Menariknya, meskipun rasa manis ini sangat dominan, masyarakat Jogja juga tahu bagaimana mengombinasikan rasa manis dengan rasa lain seperti gurih atau pedas. Contohnya, sambal goreng krecek yang sering disajikan bersama gudeg. Kombinasi ini menunjukkan bahwa kuliner Jogja bukan hanya soal rasa, tapi juga soal keseimbangan dan kreativitas.

Rasa manis pada makanan Jogja bukan hanya soal selera, tapi juga cerminan sejarah, budaya, dan filosofi hidup masyarakatnya. Jadi, setiap kali mencicipi makanan manis di Jogja, kamu sebenarnya sedang menikmati perjalanan panjang sebuah budaya yang kaya akan cerita dan makna.

Kalau kamu berkunjung ke Jogja, jangan ragu untuk mencoba berbagai makanan khasnya. Selain memanjakan lidah, makanan-makanan ini juga akan membawamu lebih dekat dengan sejarah dan tradisi yang menjadikan Jogja istimewa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team