Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi membuat matcha (pexels.com/Anna Pou)
ilustrasi membuat matcha (pexels.com/Anna Pou)

Matcha sudah lama menjadi minuman populer di berbagai negara, termasuk Indonesia karena rasa unik dan aromanya yang khas. Tidak sedikit orang penasaran mengapa bubuk teh hijau ini diperlakukan berbeda dibandingkan minuman bubuk lain. Jika kopi instan atau cokelat bubuk biasanya cukup diaduk dengan sendok, matcha justru harus dikocok dengan alat khusus hingga menghasilkan buih halus di permukaannya.

Pertanyaan sederhana ini sering muncul saat orang baru mencoba matcha pertama kali. Di sinilah letak menariknya karena teknik penyajian matcha bukan sekadar gaya, melainkan bagian penting dari sejarah dan budayanya. Untuk menjawab rasa ingin tahu itu, berikut beberapa penjelasan yang bisa memberi gambaran lebih jelas.

1. Proses pengolahan matcha memengaruhi cara penyajiannya

ilustrasi membuat matcha (pexels.com/Anh Nguyen)

Matcha berasal dari daun teh hijau yang ditanam dalam kondisi teduh agar menghasilkan klorofil tinggi dan rasa lebih lembut. Daun tersebut kemudian digiling halus hingga menjadi bubuk sangat lembut, jauh lebih halus dibandingkan teh hijau biasa. Karena teksturnya begitu ringan, bubuk ini cenderung menggumpal jika hanya diaduk biasa dengan sendok. Itulah mengapa penyajiannya membutuhkan teknik yang mampu memecah gumpalan halus itu agar larut sempurna.

Dengan cara dikocok menggunakan chasen atau whisk bambu, partikel matcha bisa terdispersi rata dalam air. Hasilnya bukan hanya cairan hijau yang homogen, tetapi juga permukaan berbuih lembut yang menjadi ciri khas matcha asli. Buih ini bukan sekadar tampilan, melainkan penanda bahwa bubuk sudah larut dengan baik. Jika hanya diaduk, bubuk matcha akan mengendap di dasar cangkir dan menghasilkan rasa yang tidak seimbang.

2. Alat tradisional Jepang membentuk standar penyajian matcha

ilustrasi chasen (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)

Dalam budaya Jepang, matcha disajikan menggunakan alat khusus yang telah digunakan selama ratusan tahun. Chasen atau pengocok bambu dirancang dengan ratusan serabut halus agar bisa menciptakan buih sempurna. Alat ini berbeda dengan sendok atau pengaduk biasa karena bentuknya memungkinkan udara masuk ke dalam cairan saat proses pengocokan. Kombinasi gerakan cepat dan bentuk alat menghasilkan larutan matcha yang lebih lembut.

Selain itu, penggunaan chasen bukan hanya soal fungsi, tetapi juga ritual. Upacara minum teh di Jepang menjunjung tinggi nilai kesabaran, ketenangan, dan penghormatan pada tradisi. Dengan mengocok matcha, orang tidak sekadar membuat minuman, tetapi juga menjalani proses yang sarat makna. Hal ini yang menjadikan “dikocok” sebagai standar penyajian matcha, bukan pilihan alternatif.

3. Rasa matcha dipengaruhi oleh cara pengocokan

ilustrasi membuat matcha (pexels.com/Monstera Production)

Bukan hanya tekstur yang dihasilkan, rasa matcha juga sangat dipengaruhi oleh teknik pengocokan. Saat matcha dikocok dengan benar, aroma umami yang lembut lebih mudah tercium. Selain itu, buih halus di permukaan membantu menyeimbangkan rasa pahit alami teh hijau sehingga lebih menyenangkan di lidah. Hal ini tidak akan tercapai jika matcha hanya diaduk pelan.

Dengan pengocokan, partikel bubuk lebih rata sehingga tiap tegukan terasa konsisten. Buih lembut juga menciptakan sensasi berbeda di mulut, menjadikan pengalaman minum matcha lebih kaya. Tidak heran jika para penggemar matcha asli Jepang selalu menekankan pentingnya teknik ini. Dari segi rasa, pengocokan bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan agar kualitas matcha tetap terjaga.

4. Tradisi budaya menjaga keaslian cara minum matcha

ilustrasi matcha (pexels.com/Anh Nguyen)

Sejak berabad-abad lalu, matcha sudah menjadi bagian dari upacara minum teh di Jepang. Dalam konteks budaya tersebut, setiap gerakan memiliki makna, termasuk proses mengocok matcha hingga berbuih. Mengikuti tradisi ini dianggap sebagai bentuk penghormatan pada nilai estetika dan sejarah teh Jepang. Penyajian yang benar dianggap menjaga esensi matcha sebagai minuman khas.

Walaupun kini matcha sering hadir dalam bentuk modern seperti latte atau dessert, teknik pengocokan tetap dipertahankan. Hal ini bukan sekadar menjaga rasa, tetapi juga identitas matcha itu sendiri. Banyak kafe yang ingin menghadirkan nuansa otentik tetap menggunakan chasen meski ada alat modern lain. Jadi, alasan matcha selalu dikocok tidak hanya soal teknis, tetapi juga menjaga warisan budaya agar tetap hidup.

Fenomena matcha yang selalu dikocok, bukan diaduk, ternyata menyimpan alasan teknis sekaligus tradisi panjang. Dari segi tekstur, rasa, hingga nilai budaya, semua saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Inilah yang membuat trivia matcha selalu menarik untuk dibahas dan terus memikat banyak orang di seluruh dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team