Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Buah kering atau yang dikenal pula dengan manisan adalah salah satu cara pengolahan makanan yang cukup umum. Meskipun harus diakui, dibandingkan beberapa negara di dunia, pengeringan buah bukan teknik masak yang populer. Di tanah air, buah biasanya diolah jadi jus, es, atau dimakan langsung.
Buah kering sendiri sering dijadikan alternatif camilan karena dianggap lebih sehat dan aman, bahkan untuk anak-anak. Apakah benar? Yuk, simak beberapa kelemahan dan kekurangannya di bawah ini.
1. Nutrisinya kurang lebih sama dengan buah segar, tetapi lebih tahan lama dan lebih ringan
buah persik kering (instagram.com/palmrosetable) Melansir artikel ilmiah yang disusun Sadler, dkk. dengan judul 'Dried Fruit and Public Health – What Does the Evidence Tell Us?' , buah akan tetap mengalami perubahan nutrisi selama proses pengeringan. Ini membuat terjadinya pengurangan kadar vitamin dan nutrisi lain yang biasa terdapat dalam buah.
Pengurangan paling kecil terjadi pada kandungan polyphenol atau anti oksidan serta serat. Hal yang harus diperhatikan adalah berkurangnya kadar air pada buah. Hilangnya air membuat khasiat buah dalam melancarkan pencernaan pun akan turut berkurang drastis.
Baca Juga: 5 Camilan Buah Kering Khas Eropa, Rasanya Maknyus!
2. Lebih tahan lama dan mengurangi sampah organik
buah fig kering di atas yoghurt (instagram.com/kaylacaneat) Sifat buah kering yang kadar airnya sudah menguap membuatnya memiliki ketahanan yang lebih lama. Ia jadi tidak mudah busuk dan bisa disimpan selama berbulan-bulan lamanya. Hal ini baik untuk membantu mengurangi sampah akibat ketersediaan buah yang melampaui kebutuhan. Proses pengeringan juga memungkinkan buah dikirim ke lokasi yang jauh tanpa khawatir risiko busuk atau rusak di perjalanan.
Sadler, dkk. juga menyoroti keuntungan lain dari buah kering, yaitu kemungkinan kita meningkatkan asupan buah harian. Ini karena proses pengeringan menghilangkan kadar air yang biasanya membuat seseorang lebih cepat merasa kenyang.
3. Mengandung lebih banyak kalori dan gula dari buah segar
jeruk yang dikeringkan (Pexels/Marta Dzedyshko) Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Buah kering tidak serta merta lebih baik dari buah segar. Selain nutrisinya yang berkurang, buah kering juga mengandung lebih banyak kalori dari gula yang dikeluarkan gula selama proses pengolahan. Beberapa juga menambahkan gula atau garam sebagai pengawet alami.
Keberadaan gula dan garam tambahan, apalagi pewarna tentu berpengaruh pada metabolisme manusia. Sadler, dkk. juga menyoroti kemungkinan buah kering lebih mudah menempel di gigi dan memicu karies. Sejauh ini hasilnya inkonsisten dan tidak bisa disimpulkan. Namun, melihat kandungan gula dan asam yang lumayan naik setelah pengeringan, para ahli menyarankan konsumen untuk tetap membatasi konsumsi harian buah kering.
Agar lebih aman lagi, kamu bisa memilih buah kering yang diolah secara tradisional dan tidak mengandung gula, garam, dan pewarna tambahan. Jika kesulitan menemukan yang seperti itu, silakan coba keringkan sendiri dengan menggunakan oven.
4. Buah kering populer di Timur Tengah, Asia Tengah, dan Mediterania
anggur kering (instagram.com/gauraifarms) Kalau kamu berkunjung ke Timur Tengah, Asia Tengah, dan Mediterania akan sangat mudah menemukan buah kering dijajakan di pasar. Ada beberapa teori yang bisa menjelaskannya.
Pertama, teori jalur sutra atau Silk Road di Asia Tengah. Melansir UNESCO jalur tersebut adalah menjadi pintu penghubung perdagangan Asia dengan Eropa. Ini kemudian mendorong meningkatnya varietas tanaman seperti buah dan kacang-kacangan di kawasan tersebut. Bisa dari saudagar yang sengaja menanam atau tak sengaja menjatuhkan benih tanaman yang mereka bawa.
Teori kedua adalah kebutuhan manusia untuk mengonsumsi buah sepanjang tahun tanpa peduli musim. Mengingat ketiga wilayah tersebut memiliki empat musim, maka mengawetkan buah di masa panen pada musim panas dan semi bisa jadi solusi cadangan makanan di musim dingin.
Baca Juga: 5 Buah dengan Kandungan Tinggi Gula, Amankah Dikonsumsi?