Diskalkulia juga diketahui berhubungan dengan gangguan lainnya. Mengutip keterangan dari laman Dopasolution, anak-anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) 30 persen lebih mungkin memiliki masalah dengan matematika, dan anak-anak dengan ketidakmampuan belajar matematika 25 persen lebih mungkin mengalami ADHD.
Anak-anak dengan ADHD terbiasa dengan rangsangan eksternal dengan sangat cepat. Oleh karena itu, mereka merasa kesulitan untuk tetap fokus melalui tugas-tugas yang berulang, seperti mengulang tabel perkalian.
Bila anak mengalami diskalkulia, penting untuk mengetahui apakah dia juga punya ADHD. Pasalnya, ADHD membuat anak tidak menyukai tugas berulang, sementara anak dengan diskalkulia tanpa ADHD harus sering latihan matematika.
Disleksia juga cenderung muncul bersamaan dengan diskalkulia, dengan persentase perkiraan menunjukkan 70-80 persen dari semua kasus. Banyak penyebab terjadinya diskalkulia juga terjadi pada disleksia. Contohnya saja seperti kinerja memori yang buruk dan lambatnya proses berpikir.
Banyak guru dan orang tua terlalu fokus pada masalah bahasa dan bicara anak. Padahal, matematika juga merupakan keterampilan penting. Terlebih, masyarakat kebanyakan lebih bergantung pada informasi yang sifatnya kuantitatif.
Dengan penjelasan di atas, diharapkan agar orang tua lebih peka terhadap tumbuh kembang anak, termasuk menaruh perhatian besar terhadap setiap proses perkembangan belajarnya.