ilustrasi COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)
Demam, batuk, bersin, hidung meler, hingga sesak napas juga adalah gejala dominan COVID-19. Namun, para peneliti mengatakan bahwa gejala-gejala lain tidak memengaruhi faktor antibodi setelah infeksi SARS-CoV-2.
"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa anosmia dan ageusia saat infeksi COVID-19 adalah faktor prediktor kuat terhadap respons imun andal berbasis titer IgG," para peneliti menyimpulkan.
Studi ini menambah koleksi studi yang menunjukkan hubungan antara COVID-19 dan antibodi. Berbagai studi pada 2021 menunjukkan bahwa antibodi setelah COVID-19 bertahan 3 sampai 6 bulan dan mencegah reinfeksi.
Meski begitu, penelitian ini memiliki beberapa kekurangan. Pertama, pasien melaporkan secara mandiri mengenai anosmia dan ageusia sehingga ada kemungkinan kesalahan pelaporan. Selain itu, mereka yang melaporkan ageusia belum tentu benar-benar mengalami ageusia.
Tak hanya itu, penelitian ini tidak didesain untuk menunjukkan apakah anosmia dan ageusia mutlak berarti tingkat antibodi tinggi atau mencegah infeksi SARS-CoV-2 di kemudian hari. Jadi, memang sebaiknya para penyintas COVID-19 memperkuat diri setelah infeksi dengan vaksinasi dan memperketat prokes.