Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi obat (pexels.com/MART PRODUCTION)

Intinya sih...

  • Kortikosteroid adalah obat antiperadangan yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai masalah kesehatan seperti asma, artritis, beberapa kondisi kulit, dan penyakit autoimun.
  • Kortikosteroid bekerja dengan mengurangi peradangan dan aktivitas sistem imun dalam tubuh.
  • Obat kortikosteroid tersedia dalam berbagai bentuk dan dapat memiliki efek samping, terutama jika dikonsumsi dalam dosis tinggi dalam jangka waktu lama.

Kortikosteroid, atau orang biasa menyebutnya steroid, adalah jenis obat antiperadangan atau antiinflamasi.

Obat ini biasanya diresepkan oleh dokter untuk mengobati beragam masalah kesehatan seperti asma, artritis, kondisi kulit, dan penyakit autoimun.

Di bawah ini akan dibahas apa saja jenis kortikosteroid, cara kerja dan manfaatnya, serta efek sampingnya.

1. Manfaat atau kegunaan

Kortikosteroid memiliki beberapa efek berbeda pada tubuh, yang artinya dapat mengobati berbagai kondisi medis.

Kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, menekan respons sistem imun yang terlalu aktif, dan membantu mengatasi ketidakseimbangan hormon.

Kortikosteroid bekerja cepat di dalam tubuh, yang membuatnya berguna untuk mengobati gejala yang tiba-tiba dan parah. Misalnya, kortikosteroid dapat mengelola respons alergi secara efektif.

Obat-obatan ini juga dapat menekan sistem imun, yang membuatnya berguna untuk mengobati penyakit autoimun.

Beberapa kondisi yang dapat ditangani dengan kortikosteroid meliputi:

  • Kondisi alergi.
  • Eksaserbasi akut multiple sclerosis (penyakit otak dan sumsum tulang belakang yang berpotensi melumpuhkan).
  • Status asmatikus (gagal napas yang menyertai bentuk terburuk dari asma akut berat atau serangan asma).
  • Bronkitis (ketika saluran yang membawa oksigen ke paru-paru meradang dan bengkak).
  • Penyakit Addison (gangguan kelenjar adrenal yang langka tetapi serius ketika tubuh tidak dapat memproduksi dua hormon penting: kortisol dan aldosteron).
  • Sindrom adrenogenital kongenital (sekelompok kelainan bawaan yang ditandai dengan pembesaran kelenjar adrenal, yang terutama disebabkan oleh sekresi hormon androgenik yang berlebihan oleh korteks adrenal).
  • Edema serebral (kondisi yang mengancam jiwa yang menyebabkan cairan terbentuk di otak).
  • Kolitis ulseratif (kondisi yang menyebabkan iritasi dan tukak di usus besar).
  • Penyakit Crohn (kondisi kronis yang menyebabkan peradangan pada saluran pencernaan).
  • Artritis reumatoid (penyakit autoimun dan inflamasi yang menyebabkan peradangan dan nyeri sendi).
  • Osteoartritis (bentuk artritis yang ditandai dengan kerusakan dan akhirnya hilangnya tulang rawan pada satu atau beberapa sendi).
  • Kondisi mata.
  • Multiple myeloma (kanker yang terbentuk pada jenis sel darah putih yang disebut sel plasma).
  • Sindrom nefrotik (gangguan ginjal yang menyebabkan tubuh mengeluarkan protein dalam jumlah tinggi dalam urine).
  • Distrofi otot Duchenne (penyakit progresif ketika otot tidak berfungsi dengan baik).
  • Eksim (kondisi kulit yang menyebabkan kulit menjadi kering dan gatal dan terkadang timbul ruam merah bersisik).
  • Psoriasis (kondisi kulit ketika bercak merah bersisik terbentuk di beberapa area tubuh).
  • Syok (kondisi yang mengancam jiwa yang terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan aliran darah yang cukup).
  • Tendosinovitis (peradangan tendon dan selubungnya).
  • Peritendinitis (peradangan pada sepertiga bagian tengah tendon yang menimbulkan rasa nyeri, pembengkakan, dan suara berderit saat digerakkan).
  • Bursitis (radang atau iritasi pada kantung kecil berisi cairan atau kantung bursa).
  • Arteritis sel raksasa (radang pada lapisan arteri).
  • Purpura trombositopenik idiopatik (gangguan kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan memar dan pendarahan yang mudah atau berlebihan).
  • TBC ekstra paru (infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis).
  • Hepatitis autoimun (radang hati yang terjadi saat sistem imun tubuh menyerang sel hati).
  • Dermatosis (cacat kulit atau lesi pada kulit).
  • Polip hidung (pertumbuhan lunak pada lapisan hidung atau ruang di sinus).
  • COVID-19 (untuk mengurangi angka kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit yang menerima ventilasi mekanis invasif atau oksigen saja, tetapi tidak untuk pasien yang tidak menerima bantuan pernapasan).
  • Dokter juga dapat memberikan kortikosteroid untuk mengobati orang yang baru menjalani transplantasi organ.

2. Cara kerja obat

ilustrasi obat-obatan (freepik.com/freepik)

Steroid bekerja dengan mengurangi peradangan dan mengurangi aktivitas sistem imun.

Peradangan adalah proses ketika sel darah putih dan zat kimia tubuh dapat melindungi terhadap infeksi dan zat asing seperti bakteri dan virus. Namun, pada penyakit tertentu, sistem pertahanan tubuh (sistem imun) tidak berfungsi dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan peradangan bekerja melawan jaringan tubuh dan menyebabkan kerusakan.

Tanda-tanda peradangan meliputi:

  • Kemerahan.
  • Kehangatan.
  • Pembengkakan.
  • Nyeri.

Steroid mengurangi produksi zat kimia penyebab peradangan. Ini membantu menjaga kerusakan jaringan seminimal mungkin.

Steroid juga mengurangi aktivitas sistem imun dengan memengaruhi cara kerja sel darah putih.

3. Jenis

Steroid tersedia dalam berbagai bentuk. Jenis-jenis utamanya adalah:

  • Tablet dan cairan, seperti prednisolone.
  • Inhaler, seperti beclometasone dan fluticasone.
  • Semprotan hidung, seperti beclometasone dan fluticasone.
  • Injeksi (diberikan ke dalam sendi, otot, atau pembuluh darah), seperti methylprednisolone.
  • Krim, losion, dan gel, seperti hidrokortison untuk kulit.

Kebanyakan steroid hanya tersedia dengan resep dokter, tetapi beberapa (seperti beberapa krim atau semprotan hidung) dapat dibeli dari apotek dan toko.

4. Efek samping

Default Image IDN

Beberapa efek samping dapat terjadi akibat steroid topikal, inhalasi, dan suntikan. Namun, sebagian besar efek samping berasal dari steroid oral.

Semua jenis kortikosteroid dapat meningkatkan risiko infeksi jamur. Beberapa juga dapat menyebabkan gula darah tinggi.

Efek samping dari steroid oral:

  • Atrofi kulit dan otot.
  • Peningkatan risiko infeksi.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Perubahan suasana hati atau perilaku.
  • Osteoporosis.
  • Glaukoma.
  • Diabetes.

Penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan efek samping berikut:

  • Penambahan berat badan.
  • Pembengkakan pada wajah (retensi cairan).
  • Depresi.
  • Mual dan muntah.
  • Jenis iritasi lambung lainnya.
  • Patah tulang.

Efek samping dari kortikosteroid hirup dapat meliputi:

  • Batuk.
  • Kesulitan berbicara (disfonia).
  • Kandidiasis oral.

Efek samping dari kortikosteroid topikal:

  • Jerawat.
  • Rosasea.
  • Atrofi.
  • Stretch mark.
  • Dermatitis perioral.
  • Penyembuhan luka berlangsung lambat (jarang).

Efek samping dari kortikosteroid suntik dapat meliputi:

  • Nyeri sementara.
  • Kehilangan warna kulit di tempat suntikan.
  • Gula darah tinggi.
  • Wajah memerah.
  • Insomnia.
  • Infeksi.

Tidak semua orang akan mengalami efek samping dari penggunaan kortikosteroid. Efek samping lebih mungkin terjadi apabila kortikosteroid dikonsumsi dalam dosis tinggi dalam jangka waktu lama.

5. Risiko

Kortikosteroid dapat memiliki efek substansial pada tubuh dengan menekan sistem imun. Sifat imunosupresan kortikosteroid dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi virus, bakteri, dan dalam kasus yang jarang terjadi, infeksi jamur.

Penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah, yang dapat berbahaya bagi pasien diabetes.

Kortikosteroid dapat berbahaya bagi orang dengan:

  • Diabetes.
  • Depresi.
  • Obesitas.
  • Gangguan penggunaan zat terlarang.
  • Glaukoma atau katarak.
  • Tukak.
  • Serangan jantung atau gagal jantung baru-baru ini.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Masalah hati.
  • Epilepsi.
  • Infeksi yang berkelanjutan.
  • Luka besar.

Obat kortikosteroid dapat digunakan selama hamil, tetapi selalu ada risiko dengan penggunaannya. Oleh karena itu, dokter mungkin menghindari meresepkannya kepada ibu hamil jika memungkinkan.

Kortikosteroid juga dapat menekan pertumbuhan pada anak-anak dan remaja.

6. Interaksi obat

ilustrasi obat-obatan (pexels.com/Castorly Stock)

Kondisi medis tertentu dapat memengaruhi obat kortikosteroid. Beri tahu dokter jika kamu memiliki kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya.

Wajib beri tahu dokter jika kamu memiliki:

  • HIV atau AIDS.
  • Infeksi herpes simpleks pada mata.
  • Tuberkulosis.
  • Masalah gastrointestinal.
  • Diabetes.
  • Glaukoma.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Segala jenis infeksi (virus, bakteri, jamur).
  • Penyakit jantung, hati, tiroid, atau ginjal.
  • Baru saja menjalani operasi atau cedera serius.

Kortikosteroid juga dapat mengubah efek obat lain. Namun, kemungkinan terjadinya interaksi dengan steroid semprot atau injeksi rendah.

Berhati-hatilah dengan apa yang kamu konsumsi saat menggunakan kortikosteroid. Steroid tertentu tidak boleh dikonsumsi bersama makanan, karena interaksi dapat terjadi.

Tembakau dan alkohol juga dapat menyebabkan interaksi dengan obat-obatan tertentu, termasuk kortikosteroid. Jika kamu rutin minum alkohol atau merokok, bicarakan dengan dokter tentang efeknya.

7. Cara mengatasi efek samping dari kortikosteroid

Mengonsumsi dosis yang lebih rendah dalam jangka waktu yang lebih pendek akan mengurangi risiko efek samping dari kortikosteroid. Dokter akan selalu mencoba meresepkan dosis terendah yang tetap memberikan pengobatan yang efektif.

Beberapa kiat untuk mengurangi risiko masalah saat mengonsumsi kortikosteroid:

  • Menghindari interaksi dengan memastikan bahwa dokter mengetahui semua obat dan suplemen lain yang sedang kamu gunakan.
  • Mencegah infeksi jika memungkinkan, seperti dengan mendapatkan vaksin flu dan menjaga luka terbuka tetap bersih dan terlindungi.
  • Menjaga kesehatan tulang melalui olahraga yang tepat, pola makan yang sehat, dan, untuk orang dewasa yang lebih tua, suplemen kalsium dan vitamin D.
  • Lakukan tindakan pencegahan untuk menghindari kehamilan, jika memungkinkan.
  • Pemeriksaan mata secara teratur.
  • Memperhatikan tanda-tanda retensi air, seperti bengkak pada pergelangan kaki.
  • Mengonsumsi dosis sesuai dengan resep dokter.
  • Mengoleskan krim retinoid bersamaan dengan krim, gel, atau losion kortikosteroid untuk mengurangi risiko penipisan kulit.
  • Menghindari perubahan dosis yang tiba-tiba untuk mengurangi risiko komplikasi, seperti gejala putus obat.

Referensi

Live Science. Diakses pada Oktober 2024. What Are Corticosteroids?
Hodgens, Alexander, and Tariq Sharman. 2023. “Corticosteroids.” StatPearls - NCBI Bookshelf. May 1, 2023.
Cleveland Clinic. Diakses pada Oktober 2024. Corticosteroids.
National Health Service. Diakses pada Oktober 2024. Steroids.
RxList. Diakses pada Oktober 2024. How Do Corticosteroids Work?
Caramori, Gaetano, Sharon Mumby, Giuseppe Girbino, Kian Fan Chung, and Ian M. Adcock. 2019. “Corticosteroids.” In Springer eBooks, 661–88.
Healthline. Diakses pada Oktober 2024. Corticosteroids: Uses, Types, Side Effects and Interactions.
Liang, Tian Z., and Jennifer H. Chao. 2023. “Inhaled Corticosteroids.” StatPearls - NCBI Bookshelf. May 8, 2023.
Gabros, Sarah, Trevor A. Nessel, and Patrick M. Zito. 2023. “Topical Corticosteroids.” StatPearls - NCBI Bookshelf. July 10, 2023. 
NHS Inform. Diakses pada Oktober 2024. Corticosteroids (steroids).
Medical News Today. Diakses pada Oktober 2024. What to know about corticosteroids.

Editorial Team