ilustrasi obat azithromycin atau azitromisin (acc.org)
Berdasarkan studi berjudul "Azithromycin versus standard care in patients with mild-to-moderate COVID-19 (ATOMIC2): an open-label, randomised trial" dalam jurnal The Lancet Respiratory Medicine yang terbit pada 9 Juli 2020 lalu, pada pasien COVID-19 dengan derajat ringan hingga sedang yang tidak dirawat di rumah sakit, pemberian azitromisin tidak menurunkan risiko pasien dirawat di rumah sakit dan kematian, alias tidak terbukti bermanfaat.
Selain itu, merujuk laporan "Azithromycin in patients admitted to hospital with COVID-19 (RECOVERY): a randomised, controlled, open-label, platform trial" dalam jurnal The Lancet yang terbit pada Februari 2021 lalu, dilakukan penelitian yang melibatkan 7.763 pasien COVID-19. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, azitromisin tidak terbukti dapat menurunkan risiko kematian, mengurangi lama rawat inap, dan mengurangi risiko pemakaian ventilasi mekanik.
Itulah kenapa pemberian azitromisin harus dibatasi kecuali memang ada indikasi kuat. Menurut revisi protokol tata laksana COVID-19, azitromisin diberikan jika ada kondisi ko-infeksi bakteri, dan harus disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi, dan faktor risiko pada pasien COVID-19.
Oseltamivir (campus.extension.org)
Dalam revisi tata laksana COVID-19 tersebut, antivirus oseltamivir dilabeli "bukan untuk COVID-19". Selain itu, para dokter mengatakan kalau pemakaian oseltamivir pada awal pandemi COVID-19 dikarenakan kebingungan saat memilah gejala COVID-19 dan influenza.
Studi berjudul "Is oseltamivir suitable for fighting against COVID-19: In silico assessment, in vitro and retrospective study" dalam jurnal Bioorganic Chemistry tahun 2020 menyebut, oseltamivir tidak efektif melawan SARS-CoV-2 dalam penelitian in vitro dan penggunaan klinis oseltamivir tidak memperbaiki gejala dan tanda pasien dan tidak memperlambat perkembangan penyakit.
Studi di Wuhan dalam jurnal JAMA tahun 2020 terhadap 139 pasien COVID-19 dengan pneumonia yang dirawat di rumah sakit juga melaporkan bahwa tidak ada hasil positif yang diamati setelah pasien menerima pengobatan antivirus dengan oseltamivir.
Dilansir Drugs.com, oseltamivir tidak diindikasikan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi SARS-CoV-2, tetapi saat ini masih sedang dalam uji klinis bersama pengobatan lain untuk mengetahui apakah oseltamivir bekerja untuk mengurangi durasi sakit, komplikasi, dan tingkat kematian pada pasien COVID-19.
Hingga saat ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum memberikan lampu hijau untuk oseltamivir sebagai obat terapi COVID-19. Oseltamivir diizinkan hanya untuk mengobati ko-infeksi virus influenza pada pasien COVID-19.