ilustrasi ikan yang diasinkan (pixabay.com/Thutruongvn)
Penyebab pasti kanker nasofaring masih belum diketahui, tetapi para peneliti menyebut beberapa faktor risiko yang meningkatkan risiko seseorang terkena kanker nasofaring, salah satunya adalah faktor diet atau makanan. Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika Utara, dan Arktik sering mengonsumsi ikan dan daging yang diasinkan.
Ikan yang diasinkan adalah ikan yang dilakukan pengasinan, dikeringkan, dan diasinkan (dry-salting), diawetkan, atau gabungan dari semuanya sehingga meningkatkan jumlah garam dalam ikan segar. Ikan segar mengandung sekitar 75–80 persen air dan air ini sebagian dapat digantikan dengan garam.
Ikan yang diasinkan termasuk makanan yang sering dikonsumsi orang China Selatan dan di negara Asia Tenggara. Di beberapa negara Asia, misalnya China dan Hong Kong, ikan yang diasinkan termasuk dalam makanan sehari-hari yang dikombinasikan dengan nasi.
Mekanisme yang mungkin mengenai kaitan antara konsumsi ikan yang diasinkan dengan risiko kanker nasofaring adalah pembentukan senyawa N-nitroso dalam tubuh dan/atau pembentukan senyawa tersebut karena proses yang dilakukan pada ikan, yang menyebabkan adanya reaksi antara amine dalam ikan dan nitrate/nitrite dalam garam yang digunakan, serta aktivasi virus Epstein-Barr onkogenik.
Penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa risiko kanker nasofaring meningkat pada mereka yang mengonsumsi ikan yang diasinkan.
Selain itu, ada kaitan antara frekuensi dan durasi konsumsi ikan yang diasinkan dengan risiko kanker nasofaring. Kaitan ini menjadi lebih kuat jika telah mengonsumsi ikan yang diasinkan selama masa kanak-kanak sampai usia 10 tahun dibandingkan dengan mengonsumsinya pada usia lebih tua.
Sebuah studi kasus-kontrol berbasis populasi skala besar yang lebih baru dilakukan di dua provinsi China selatan tempat karsinoma nasofaring/nasopharyngeal carcinoma (NPC), jenis kanker nasofaring, lazim ditemukan. Penelitian ini melibatkan 2.244 kasus NPC yang dikonfirmasi dan 2.309 kontrol, yang menilai asupan subtipe "keras" dan "lunak" ikan asin ala China selama berbagai tahap kehidupan. Subtipe "keras" disiapkan dengan penggaraman dan pengeringan langsung, sedangkan subtipe "lunak" mengalami fase dekomposisi sebelum penggaraman dan pengeringan.
Para peneliti tidak menemukan hubungan antara NPC dan asupan ikan asin ala China yang keras selama masa dewasa, dan peningkatan risiko pada tingkat asupan tertinggi selama masa remaja. Penurunan risiko tingkat asupan ikan asin lunak sedang selama masa dewasa dan remaja juga ditemukan. Makanan yang diawetkan menunjukkan profil risiko yang kontras sehingga tingkat asupan telur asin dewasa tertinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko NPC tetapi kacang hitam yang difermentasi dikaitkan dengan penurunan risiko. Hubungan dengan NPC lebih lemah daripada yang dilaporkan sebelumnya untuk asupan ikan asin mingguan di masa kanak-kanak.
Hasil ini menunjukkan bahwa ikan asin keras dan lunak memiliki profil risiko kanker yang berbeda. Ikan asin dan makanan yang diawetkan lainnya menunjukkan faktor risiko terlemah yang terkait dengan NPC di semua tahap kehidupan, dan karena itu mungkin memainkan peran yang lebih kecil dalam kejadian karsinoma nasofaring daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Temuan dari penelitian ini mengungkapkan tidak ada hubungan signifikan antara risiko NPC dan asupan ikan asin ala China yang keras selama masa dewasa. Akan tetapi, asupan yang lebih tinggi selama masa remaja dikaitkan dengan peningkatan risiko. Sayangnya, konsumsi ikan asin lunak dalam jumlah sedang selama masa dewasa dan remaja dikaitkan dengan penurunan risiko NPC. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis ikan asin, jumlah yang dikonsumsi, dan waktu konsumsi merupakan faktor penting yang memengaruhi risiko NPC.
Selain itu, sebuah tinjauan sistematik dan metaanalisis tahun 2023 terhadap enam artikel tentang konsumsi ikan asin menyimpulkan bahwa mengonsumsi ikan asin lebih dari tiga kali dalam satu bulan dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring sebesar 1,65 kali. Makin sering dan bertambah lamanya mengonsumsi ikan asin dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring, terutama dikonsumsi pada masa anak-anak.
Meskipun jenis dan pola konsumsi ikan asin tertentu dapat memengaruhi risiko karsinoma nasofaring, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya akan hubungan ini.