Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
c7fd103c-ca64-456c-b178-ce66533ee778.jpg
Pemeriksaan pada 8 Agustus 2025 pun menjadi titik balik dalam hidupnya. Pria berusia 53 tahun yang tinggal di RW 03 Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, ini dinyatakan positif Tuberkulosis (TBC). (Dok. Kemenkes)

Intinya sih...

  • Dukungan keluarga dan lingkungan sangat penting bagi pasien TBC

  • Inovasi-inovasi dari warga dan pihak terkait membantu pendampingan pasien TBC

  • Kolaborasi antara kader, Puskesmas, dan kelurahan melalui Kampung Siaga TBC meningkatkan penemuan kasus baru dan kesembuhan pasien

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Batuk yang tak kunjung reda membuat Suherman hampir putus asa. Setiap malam ia terbangun karena batuk yang mengganggu tidur dan perlahan menguras tenaganya. Awalnya, keluhan itu ia anggap sebagai flu biasa. Namun, rasa lelah yang terus meningkat akhirnya memaksanya untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

Pemeriksaan pada 8 Agustus 2025 pun menjadi titik balik dalam hidupnya. Pria berusia 53 tahun yang tinggal di RW 03 Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, ini dinyatakan positif Tuberkulosis (TBC). Kabar tersebut bukan hanya mengubah rutinitas hariannya, tetapi juga menandai awal perjalanan panjang yang menguji fisik, mental, dan harapannya.

Proses pengobatan TBC yang harus dijalani selama enam bulan ternyata tidak mudah. Di masa awal pengobatan, kondisi fisiknya justru semakin menurun. Tubuh terasa lemas, disertai meriang dan panas yang tak kunjung reda. Namun, di balik keluhan fisik itu, ujian terbesar justru datang dari sisi mental. Rasa frustrasi dan kelelahan hampir membuatnya menyerah.

“Awal pengobatan itu sangat berat. Badan saya lemas terus, meriang, dan rasanya putus asa. Saya sempat hampir menyerah,” ungkap Suherman.

1. Dukungan keluarga penopang utama

Kader TBC dan Sahabat Hati menjadi penopang dan pemantau agar pasien TB menghabiskan obat sampai sembuh(Dok. Kemenkes)

Di titik paling rapuh tersebut, dukungan keluarga menjadi penopang utama bagi Suherman. Mereka terus menguatkan dan meyakinkannya bahwa TBC dapat disembuhkan jika pengobatan dijalani dengan disiplin. Perlahan, keyakinan itu menumbuhkan kembali semangat Suherman untuk bertahan.

“Keluarga tidak pernah lepas mendukung saya. Dari situ saya sadar dan memutuskan untuk tetap berobat sampai selesai,” kata Suherman.

Selain keluarga, dukungan juga datang dari lingkungan sekitarnya. Di RW 03 Cipete Selatan, Suherman selalu didampingi oleh kader TBC dan kader Sahabat Hati yang bekerja sama dengan perangkat kelurahan serta Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan selama proses pengobatan. 

Kader TBC berperan memastikan pengobatan berjalan sesuai aturan, memantau kondisi pasien secara rutin, serta menjaga lingkungan sekitar agar tetap aman dari penularan. Sementara itu, kader Sahabat Hati memberikan pendampingan emosional, menjaga semangat pasien, dan membantu keluarga memahami bahwa TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan.

“Kader TBC dan Sahabat Hati saling bekerja sama sehingga pasien merasa aman dan nyaman dalam menjalani pengobatan,” ujar Rahma, kader Sahabat Hati.

Pendampingan yang konsisten itu membuat Suherman merasa tidak sendirian dalam menghadapi penyakitnya. “Saya merasa ditemani. Kader TBC dan kader Sahabat Hati selalu hadir, selain Puskesmas dan kelurahan. Itu yang membuat saya kuat,” ucapnya.

2. Inovasi dari warga

Pemberian tanaman lidah mertua utk mengurangi kelembaban rumah pasien TB. (Dok. Kemenkes)

Upaya pendampingan tersebut diperkuat dengan berbagai inovasi yang dikembangkan di RW 03 bersama Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, kelurahan, dan para kader. 

Inovasi ini mencakup langkah-langkah kreatif untuk mendukung pasien sekaligus melindungi komunitas, seperti penyediaan pojok dahak dan TOS TBC (TBC Online Screening) yang memudahkan warga melakukan pemeriksaan sejak dini.

Lingkungan rumah juga menjadi perhatian, salah satunya melalui penanaman lidah mertua untuk membantu menurunkan kelembaban dan menciptakan hunian yang lebih sehat. Setiap pasien mendapatkan beberapa pot tanaman yang dapat ditempatkan di dalam maupun di luar rumah.

Tak hanya itu, warga juga menjalankan Program LEMAS, berupa budidaya lele dan ikan mas secara sukarela. Hasil budidaya tersebut diolah menjadi makanan siap saji bagi pasien TBC, sehingga membantu meningkatkan asupan protein selama masa pengobatan.

Program Grebek Plus turut berperan dalam menemukan pasien baru. Melalui pendekatan persuasif, warga mendapatkan pemeriksaan kesehatan dasar sebelum diarahkan ke pojok dahak, sehingga proses pemeriksaan berjalan lebih nyaman dan tidak menimbulkan ketakutan.

“Dari inovasi-inovasi ini, jumlah pasien yang terdeteksi meningkat, dan pemberian lele serta ikan mas juga membantu meningkatkan konsumsi protein pasien,” ujar Rahma.

Kader TBC, Eka Yunita menambahkan, setiap pasien diberikan 4-5 pot tanaman lidah mertua yang dapat ditempatkan di dalam atau luar rumah dengan harapan menurunkan kelembaban di lingkungan sekitar. Ia juga menjelaskan tantangan yang dihadapi kader dalam sosialisasi TBC.

“Kendala yang kami temui adalah sebagian masyarakat takut diperiksa atau tidak mau bertemu. Kami mengimbau dan merayu keluarga yang kami datangi agar mereka sadar akan pentingnya pemeriksaan kesehatan. Alhamdulillah, sekarang masyarakat mulai berubah, tingkat kesadaran meningkat, dan jika ada gejala, mereka mau memeriksa diri sendiri. Ini tidak hanya berlaku untuk TBC, tetapi juga untuk penyakit lain,” ujar Eka.

Keberhasilan pendampingan yang dilakukan kader TBC, kader Sahabat Hati, dan Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan tidak hanya membantu pasien menyelesaikan pengobatan, tetapi juga meningkatkan penemuan kasus baru di RW 03. Upaya ini menjadi bagian dari sistem yang lebih besar, yaitu Kampung Siaga TBC, yang mendorong kolaborasi antara warga, kader, Puskesmas, dan kelurahan untuk menanggulangi TBC secara terpadu.

3. Kolaborasi mengentaskan TBC

Pojok Dahak menjadi tempat untuk Deteksi Dini Tuberkulosis. (Dok. Kemenkes)

Ketua RW 03, Amin, menceritakan bahwa Kampung Siaga TBC mulai dibentuk pada Juli 2025 setelah Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan melaporkan jumlah pasien TBC di RW 03 paling tinggi, sekitar 10 orang. Dari situ dibentuk KASAT MATA (Kampung Siaga TBC Masyarakat Sehat dan Aman).

“Keberhasilan pendampingan pasien dan penemuan kasus baru di RW 03 memang bagian dari Kampung Siaga TBC. Program ini membuat warga, kader TBC, kader Sahabat Hati, dan Puskesmas bekerja sama secara terstruktur untuk memantau pasien, memberikan edukasi, dan memastikan pengobatan berjalan lancar,” ujar Amin.

Kepala Puskesmas Cilandak, Sunersi Handayani, menjelaskan bahwa program Kampung Siaga TBC dirancang untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan komunitas dan pencegahan TBC. 

“Melalui Kampung Siaga TBC, masyarakat diberdayakan untuk menjadi agen perubahan di lingkungannya sendiri. Kegiatannya meliputi edukasi dari warga untuk warga, pelacakan kontak, pendampingan pasien, dan upaya menciptakan lingkungan rumah yang lebih sehat,” ujarnya.

Sunersi menambahkan, pendekatan ini membuat masyarakat tidak hanya menjadi penerima layanan, tetapi juga mitra aktif dalam memutus mata rantai penularan TBC. 
“Program Kampung Siaga TBC di Cipete Selatan terbukti meningkatkan temuan kasus TBC dari 15 persen pada 2023 menjadi 78 persen pada 2025, sekaligus meningkatkan angka kesembuhan pasien dari 95 persen menjadi 98 persen,” jelasnya.

Sunersi menekankan bahwa kolaborasi dengan kader, kelurahan, dan masyarakat melalui Kampung Siaga TBC diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat sekaligus memperkuat upaya pencapaian target Indonesia bebas TBC pada 2030. Upaya pengentasan TBC tersebut merupakan bagian dari program Quick Win Presiden Prabowo Subianto yang saat ini dijalankan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (WEB)

Editorial Team