Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bayi (unsplash.com/Aditya Romansa)

Intinya sih...

  • Laporan kesehatan global menyoroti beban ekonomi stunting, BBLR, dan anemia pada anak terhadap perekonomian nasional.
  • Stunting di Indonesia menyebabkan hilangnya 10,8 poin IQ dan 1,5 tahun masa ajaran sekolah per kasus, dengan total 6.917.745 anak mengalami stunting.
  • Anemia pada anak memakan biaya ekonomi tahunan hingga Rp63 milliar dengan prevalensi sebesar 38,4 persen di Indonesia.

Belum lama ini, Nutrition International meluncurkan laporan kesehatan global pada 28 Desember 2024. Menggunakan alat Cost of Inaction (COI) yang dikembangkan pada tahun 2023, mereka bekerja sama dengan Limestone Analytics untuk menyempurnakan laporan ini. 

Sorotan utama dari laporan tersebut meliputi beban ekonomi akibat stunting, berat badan lahir rendah, serta anemia pada anak terhadap perekonomian nasional.

Pengembangan alat ini didukung oleh pendanaan dari Pemerintah Kanada, dengan tujuan membantu negara-negara mengukur kerugian ekonomi akibat kurangnya investasi dalam gizi.

1. Dampak ekonomi stunting

ilustrasi stunting (unsplash.com/mark chaves)

Dipaparkan oleh Herrio Hattu, Country Director Indonesia Nutrition International, dampak ekonomi akibat stunting di Indonesia mencapai Rp472 milliar per tahun atau setara 2,2 persen dari Pendapatan Nasional Bruto (PNB).

"Rata-rata setiap kasus stunting menyebabkan hilangnya 10,8 poin IQ dan 1,5 tahun masa ajaran sekolah, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan produktivitas jangka panjang,” jelas Herrio saat ditemui IDN Times pada Kamis (9/1/2025) di Jakarta. 

Di Indonesia, prevalensi stunting pada anak di bawah usia 5 tahun telah menurun dari 34,6 persen pada tahun 2012 menjadi 31 persen pada tahun 2020, menurut estimasi terbaru per tahun 2023.

Setiap tahunnya, terdapat 1.383.549 kasus baru stunting di Indonesia. Total anak-anak di bawah 5 tahun yang mengalami stunting mencapai 6.917.745 anak.

Indonesia memiliki prevalensi stunting tertinggi ke-4 di Asia Timur dan Pasifik (dari 22 negara) dan peringkat ke-29 tertinggi di dunia (dari 175 negara).

2. Dampak ekonomi anemia pada anak

ilustrasi anak sekolah (pexels.com/Iqwan Alif)

Selain itu, anemia pada anak juga menimbulkan dampak ekonomi. Masalah ini diperkirakan memakan biaya ekonomi tahunan hingga Rp63 milliar.

Menurut estimasi terbaru, prevalensi anemia pada anak-anak di Indonesia adalah sebesar 38,4 persen. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang moderat.

Dijelaskan oleh Herrio, meskipun data anemia berdasarkan penyebab di setiap negara tidak selalu tersedia, diperkirakan antara 30 hingga 60 persen kasus anemia pada anak-anak disebabkan oleh defisiensi zat besi, tergantung pada tingkat infeksi dalam populasi.

Anemia akibat defisiensi zat besi pada anak merupakan salah satu faktor dari penurunan kemampuan kognitif dan dapat memengaruhi prestasi anak di sekolah.

3. Dampak ekonomi berat badan lahir rendah

Herrio Hattu, Country Director Indonesia Nutrition International (IDN Times/Rifki Wuda)

Berat badan lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh WHO sebagai berat badan bayi saat lahir yang kurang dari 2.500 gram. Menurut laporan Nutrition International, BBLR memakan ekonomi tahunan hingga Rp81 milliar.

Untuk dampak sumber daya manusia, BBLR diperkirakan menyebabkan 7 ribu kematian per tahun dan kehilangan total poin IQ hingga 4,4 juta per tahun.

Di Indonesia, prevalensi BBLR pada kelahiran telah menurun dari 10,5 persen pada tahun 2012 menjadi 9,9 persen pada tahun 2020 (menurut estimasi terbaru hingga 2023).

Setiap tahun, terdapat 447.986 kasus baru BBLR di Indonesia. Indonesia menempati peringkat ke-14 untuk prevalensi BBLR tertinggi di wilayah Asia Timur dan Pasifik dan peringkat ke-116 di dunia. 

Data yang dipaparkan oleh Nutrition International menyoroti betapa besarnya dampak malnutrisi terhadap perekonomian Indonesia. Stunting, anemia pada anak, dan BBLR bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga tantangan besar bagi pembangunan ekonomi dan kualitas hidup generasi mendatang. 

Editorial Team