Dalam situasi stres, tubuh melepaskan hormon-hormon, seperti adrenalin dan kortisol, yang dapat menyebabkan pernapasan cepat.
Pada paru-paru sehat, itu tidak berbahaya. Namun, pada orang dengan kondisi paru-paru kronis seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), paru-paru tidak dapat mengeluarkan dan mengeluarkan udara sebanyak yang seharusnya. Hal ini dapat meningkatkan sesak napas dan menimbulkan sensasi panik.
Stres diketahui memicu serangan asma atau memperburuk gejala yang sudah ada. Kombinasi peradangan akibat stres dan perubahan pola pernapasan dapat membuat penanganan asma menjadi lebih menantang.
Pasien PPOK juga mungkin mengalami peningkatan sesak napas dan eksaserbasi (perburukan gejala pernapasan) selama periode stres tinggi.
Bahkan pada individu yang sehat, stres dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk melawan infeksi pernapasan seperti pilek atau flu.
Penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang menghadapi stres kronis (sering dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu kesehatan sosial seperti status sosial ekonomi yang rendah), tampaknya memiliki hasil kesehatan yang lebih buruk bahkan ketika faktor lingkungan lain seperti merokok dapat dikendalikan.
Pelepasan hormon kortisol yang lebih banyak juga dapat menyebabkan masalah lain, termasuk peningkatan nafsu makan. Atau, bagi perokok, stres dapat menyebabkan keinginan untuk merokok lebih banyak.