BPOM mengungkap penyimpangan peredaran ketamin di fasilitas distribusi dan pelayanan kefarmasian di Indonesia sepanjang tahun 2024. Ketamin, obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter, banyak disalahgunakan untuk tujuan rekreasional. Penyalahgunaan ini memicu intensifikasi pengawasan oleh BPOM, yang menemukan berbagai pelanggaran di tujuh provinsi, dengan Lampung mencatat jumlah tertinggi (5.840 vial).
Peredaran ketamin meningkat drastis, terutama di apotek. Pada 2024, jumlah vial yang didistribusikan mencapai 440 ribu, naik 87 persen dari 2023. Temuan BPOM menunjukkan pelanggaran serius, seperti distribusi tanpa dokumen resmi, pencatatan stok yang tidak tertib, hingga kolusi antara apotek dan industri farmasi. Sebanyak 23 fasilitas telah mendapat sanksi berat.
Ketamin, anestesi yang sering disalahgunakan karena efek euforia, juga berisiko menyebabkan halusinasi, gangguan kognitif, kerusakan organ, dan gangguan mental jangka panjang. BPOM berkomitmen memperketat pengawasan, memasukkan ketamin dalam daftar obat rawan penyalahgunaan, dan menindak tegas pelanggaran regulasi. Masyarakat diminta melaporkan pelanggaran dan tidak menyalahgunakan ketamin.
Berikut ini dipaparkan risiko efek samping dan bahaya dari penyalahgunaan ketamin.