ilustrasi pengobatan untuk COVID-19 (infectiousdiseaseadvisor.com)
Awalnya, azitromisin digunakan untuk mencegah infeksi berat akibat bakteri pada studi klinis awal yang mengevaluasi efek antivirus hidroksiklorokuin pada pasien COVID-19. Setelah studi tersebut selesai dan diterbitkan, disimpulkan bahwa kombinasi hidroksiklorokuin dan azitromisin dapat menekan jumlah virus.
Menurut sebuah penelitian dalam jurnal Frontiers in Immunology, azitromisin dilaporkan memiliki efek imunomodulator atau memperkuat imun dan terlihat memiliki efek antivirus serta potensi manfaat bagi pasien COVID-19. Azitromisin mampu menghambat produksi sitokin pro-inflamasi, penghambatan masuknya sel darah putih, induksi fungsi regulasi makrofag, dan perubahan mekanisme autofagi.
Efek penekanan imun tubuh oleh azitromisin juga dikatakan berdampak pada eliminasi virus pada awal infeksi. Meski demikian, pemberian obat ini untuk pasien COVID-19 harus diberikan secara hati-hati dan perlu pemantauan dokter secara ketat untuk mencegah gangguan jantung dan elektrolit.
ilustrasi petugas medis melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi virus corona (COVID-19) di instalasi khusus. ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvulun
Berdasarkan rekomendasi revisi protokol tata laksana COVID-19 yang disusun oleh lima organisasi profesi, yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dikeluarkan pada 14 Juli 2021 lalu, disebutkan kalau obat oseltamivir dan azitromisin tidak lagi diberikan untuk pasien COVID-19, kecuali indikasi tertentu berdasarkan penilaian dokter.
Dalam tata laksana tersebut, disebutkan bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus COVID-19 yang berat dan tidak menganjurkan pemberian antibiotik rutin pada kasus COVID-19 yang ringan.
Dokter harus sangat hati-hati dalam memberikan antibiotik karena dapat menyebabkan resistansi antibiotik yang bisa sangat berbahaya, kecuali memang ada indikasi tertentu berdasarkan penilaian dokter.
Berdasarkan studi berjudul "Azithromycin versus standard care in patients with mild-to-moderate COVID-19 (ATOMIC2): an open-label, randomised trial" dalam jurnal The Lancet Respiratory Medicine yang terbit pada 9 Juli 2020 lalu, pada pasien COVID-19 dengan derajat ringan hingga sedang yang tidak dirawat di rumah sakit, pemberian azitromisin tidak menurunkan risiko pasien dirawat di rumah sakit dan kematian, alias tidak terbukti bermanfaat.
Selain itu, menurut laporan bertajuk "Azithromycin in patients admitted to hospital with COVID-19 (RECOVERY): a randomised, controlled, open-label, platform trial" dalam jurnal The Lancet yang dipublikasikan pada Februari 2021 lalu, dilakukan penelitian yang melibatkan 7.763 pasien COVID-19.
Di situ disebut bahwa pada pasien yang dirawat di rumah sakit, pemberian azitromisin tidak terbukti dapat menurunkan risiko kematian, mengurangi lama rawat inap, dan mengurangi risiko pemakaian ventilasi mekanik. Maka dari itu, pemberian antibiotik ini harus dibatasi kecuali memang ada indikasi kuat.
Itulah fakta seputar antibiotik azitromisin atau azithromycin, mulai dari pengertian, kegunaan, potensi efek samping, hingga penggunaannya terhadap pasien COVID-19. Yuk, jadi masyarakat yang cerdas dengan menggunakan antibiotik (dan obat-obatan) lainnya dengan bijak, jangan asal minum. Selalu konsultasi ke dokter dan konsumsi obat sesuai anjuran. Yang tak kalah penting, jangan lupa untuk saling mengingatkan dan menangkal informasi palsu atau meragukan seputar azitromisin atau obat lainnya.